Page 73 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 73
http://pustaka-indo.blogspot.com
menolak kemungkinan bahwa satu tafsiran eksklusif bisa
dianggap memadai. Namun, Upanishads telah
mengembangkan sebuah konsepsi ketuhanan khas yang
melampaui dewa-dewa tetapi hadir secara begitu dekat di
dalam segala sesuatu.
Dalam ajaran Weda, orang mengalami kekuatan suci dalam
ritual pengurbanan. Mereka menyebut kekuatan suci ini
Brahman. Kasta para rahib (disebut dengan istilah
Brahmana) juga diyakini mempunyai kekuatan ini. Karena
ritual pengurbanan dipandang sebagai mikrokosmos alam
semesta, Brahman lambat laun diartikan sebagai sebuah
kekuatan yang menyangga segala sesuatu. Seluruh dunia
dipandang sebagai aktivitas ilahi yang menyeruak dari wujud
misterius Brahman, yang merupakan makna batin seluruh
eksistensi. Upanishads mendorong orang untuk
menumbuhkan rasa kehadiran Brahman di dalam segala
sesuatu. Ini adalah proses pewahyuan dalam makna
harfiahnya: pengungkapan dasar tersembunyi dari seluruh
wujud. Segala sesuatu yang terjadi merupakan manifestasi
Brahman: pandangan yang benar terletak dalam persepsi
kesatuan di balik fenomena yang berbeda. Sebagian
Upanishads melihat Brahman sebagai kekuatan pribadi,
tetapi sebagian lain melihatnya betul-betul impersonal.
Brahman tidak dapat dipanggil dengan kata “engkau”; ini
adalah istilah yang netral, bukan laki-laki atau perempuan,
bukan pula dia dialami sebagai kehendak ilah yang berdaulat.
Brahman tidak berbicara kepada manusia. Dia tak dapat
bertemu dengan lelaki atau perempuan; dia berada di atas
segala aktivitas manusia. Dia juga tidak menanggapi kita
dengan secara personal; dosa tidak membuatnya “marah”,
dan dia tidak dapat dikatakan “mencintai” atau “membenci”
kita. Bersyukur atau memujinya karena telah menciptakan
dunia sama sekali tidak tepat.
~66~ (pustaka-indo)