Page 68 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 68
http://pustaka-indo.blogspot.com
memperlihatkan bahwa sejak awal Yahwisme menghendaki
tekanan keras dan penyangkalan terhadap kepercayaan lain,
sebuah fenomena yang akan kita analisis secara lebih
terperinci dalam bab berikutnya. Setelah pembunuhan itu,
Elia mendaki ke puncak gunung Karmel dan duduk berdoa
dengan kepala tertunduk di antara kedua lututnya,
memerintahkan pelayannya untuk mengamati ke arah laut.
Akhirnya, dia menyampaikan berita tentang segumpal awan
—kira-kira seukuran telapak tangan seorang laki-laki—yang
timbul dari laut. Elia memerintahkannya pergi untuk
memperingatkan Raja Ahab agar segera kembali pulang
sebelum hujan mencegahnya. Nyaris berbarengan dengan
saat dia mengucapkan itu, langit menggelap karena awan
mendung menyelimutinya dan hujan turun sangat deras. Elia
bersegera mengikat pinggangnya dan berlari mendahului
kencana Ahab. Dengan mengirim hujan, Yahweh telah
menyerap fungsi Baal, dewa badai, untuk membuktikan
bahwa dia sama efektifnya dalam soal kesuburan maupun
perang.
Khawatir akan akibat dari tindakannya melakukan
pembunuhan terhadap nabi-nabi Baal, Elia mengundurkan diri
ke Semenanjung Sinai dan berlindung di pegunungan tempat
Tuhan menampakkan dirinya kepada Musa. Di sana dia
mengalami teofani yang memanifestasikan spiritualitas baru
bagi para pengikut Yahweh. Dia diperintahkan berdiri di
celah sebuah batu besar untuk melindungi dirinya dari
pengaruh yang suci:
Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang
membelah gunung-gunung dan memecah bukit-
bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi, tak ada
TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu
datanglah gempa. Tetapi, tidak ada TUHAN
dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu
datanglah api. Tetapi, tidak ada TUHAN dalam
~61~ (pustaka-indo)