Page 102 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 102
Dengan kata lain, materi Bahasa dan Budaya Sunda itu
hanya menghabis-habiskan waktu dan energi saja. Sama halnya,
murid-murid di Kepulauan Seribu harus belajar soal Pengetahuan
Lingkungan Kota Jakarta (PLKJ), hanya karena mereka berada
di wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta. Padahal, secara
geografis, ekonomi, sosial, dan budaya mereka berada dalam
kehidupan yang amat berbeda, yaitu dunia perairan, sehingga
pengetahuan yang harus mereka kenal dan kembangkan pun
mestinya dunia perairan dengan segala dimensi kehidupannya.
Kecuali itu, menurut perancangnya, materi Muatan Lokal
itu tidak perlu diujikan karena memang tidak dimaksudkan
untuk mengetahui kemampuan kognitif murid, melainkan mem-
perkenalkan murid dengan realitas empiris di lingkungan seki-
tarnya agar murid tidak menjadi orang yang terasing dari ling-
kungan geografisnya. Tapi yang terjadi di lapangan, kurikulum
Muatan Lokal itu diujikan, sehingga motivasi murid maupun
guru dalam proses belajar mengajar materi Muatan Lokal itu
sama dengan dalam proses belajar mengajar pada materi lainnya.
Jadi, secara filosofis maupun substantif, gagasan pengem-
bangan Kurikulum Muatan Lokal itu bagus, tetapi mengalami
kegagalan pada tingkat implementasi. Kegagalan bersumber
pada ketidakmampuan birokrasi memahami konsep Kurikulum
Muatan Lokal, sehingga mereka menafsirkan Mulok itu dalam
bentuk sentralisasi di tingkat provinsi, bukan di tingkat sekolah.
Di sini, tampak sekali ada kesenjangan pengertian antara konsep-
tor dengan implementator. Sangat mungkin konseptor sudah
menjelaskan masalah tersebut kepada implementator, mungkin
kepada para Kanwil P dan K pada saat itu, tetapi pada tingkat
implementasinya, penjelasan konseptor itu mengalami distorsi
di lapangan.
Kecenderungan sentralisasi dan penyeragaman model baru
itu juga sudah mulai tampak pada proses uji coba KBK sekarang
ini. Paling tidak, menurut perjumpaan penulis dengan para
pengelola pendidikan di banyak tempat, utamanya para pejabat