Page 106 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 106
kompeten dalam kejuruan yang diajarkan kepada mereka. Tetapi
SMU menghasilkan kompetensi apa? Apalagi SD dan SLTP?
Penulis tidak ingin terjebak pada perdebatan semantik, tapi
kritik J. Drost itu relevan untuk didiskusikan kembali, bila kita
melihat perkembangan di lapangan sesuai dengan yang digam-
barkan di atas, yaitu terjadinya sentralisasi atau penyeragaman
model baru melalui KBK. Dengan menyeragamkan KBK dalam
bentuk pelajaran Bahasa Inggris dan Komputer dengan argu-
mentasi agar anak-anak kelak mampu bersaing di era globalisasi,
maka jelas, itu bukan konsep "berbasis", melainkan "bertujuan"
kompetensi. Sebab, aktivitas itu dikembangkan tidak "didasar-
kan pada", tapi "dimaksudkan untuk". Kata "dimaksudkan un-
tuk" itu memiliki pengertian atau makna "bertujuan", "bukan
berdasarkan". Lalu konsep mana yang akan dipakai, apakah tetap
"berbasis" atau "bertujuan" kompetensi?
Bila para pejabat pendidikan di Departemen Pendidikan
dan Dinas Pendidikan tetap konsisten akan memakai konsep
"Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)", konsekuensinya per-
lu ada review secara mendasar terhadap praktik-praktik pendi-
dikan yang ada selama ini, terutama menyangkut jenis mata
pelajaran yang diberikan, yang dimaksudkan sebagai bentuk
implementasi KBK tadi. Bila titik pijaknya adalah "basis" maka
implementasinya harus berpijak pada realitas empiris, bukan
pada "keinginan ideal". Sebab, kalau yang dikembangkan adalah
"keinginan ideal" untuk bisa bersaing di negeri sendiri di era
globalisasi, maka itu jelas merupakan derivasi dari suatu tujuan
tertentu, bukan "berdasarkan pada". Bila pada tingkat imple-
mentasinya bermatra tujuan, namun pada tingkat wacananya
bermatra pada "basis", itu merupakan cerminan dari cara ber-
pikir yang tidak logis alias kontradiktif. Padahal, salah satu fung-
si sekolah adalah membentuk kerangka berpikir yang logis dan
sistematis, atau sering dikenal dengan sebutan ilmiah.
Bila konsisten dengan konsep Kurikulum Berbasis Kom-
petensi (KBK), maka kurikulum itu mestinya dikembangkan
dengan mendasarkan pada "basis" empiris dari masing-masing