Page 115 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 115
Nasional yang amat optimis dengan konsep KBK-nya, melainkan
sekadar mengingatkan kita semua agar tidak terlalu terbuai oleh
mimpi indah dengan KBK. Sebab, KBK belum tentu akan men-
jawab persoalan mutu pendidikan nasional selama tidak disertai
dengan kebijakan-kebijakan lain yang mendukungnya. Malah
bisa jadi, KBK akan mengalami nasib seperti Muatan Lokal, yang
menjadi bentuk sentralisme atau penyeragaman model baru, atau
seperti konsep link and mateh yang hilang ditelan waktu. Semua-
nya sangat tergantung pada kondisi makro bangsa ini, bukan
pada konsep pendidikannya.
4. Belajar dari Kegagalan Link and Match
"Bersaing". Itulah konsep baru yang merambah dunia pen-
didikan nasional sejak dua dekade terakhir. Konsep itu tidak
pernah muncul sebelumnya, terlebih pada masa-masa awal
kemerdekaan. Konsep pendidikan yang dimunculkan oleh Ki
Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang memerdekakan.
Kalangan LSM sejak awal dekade 1970-an memperkenalkan pemi-
kiran Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan dari Brasil, mengenai
pendidikan yang membebaskan. Kedua konsep itu muncul dari
latar belakang sosial yang hampir sama, yaitu dari masyarakat
yang tertindas. Hanya saja aktornya saja yang berbeda. Ki Hadjar
Dewantara mengeluarkan konsep tersebut saat bangsa Indone-
sia dijajah oleh Belanda, sedangkan Paulo Freire mengemukakan
konsepnya itu ketika masyarakat Brasil dijajah oleh penguasa
yang otoriter dan represif. Keduanya memiliki substansi yang
sama, yaitu pendidikan seharusnya membuat orang menjadi
lebih otonom, tidak tergantung pada orang lain. Orang lain hadir
bukan sebagai ordinat atau subordinat, atau sebagai kompetitor,
tapi sebagai individu yang saling memerlukan satu dan lainnya.
Relasi yang mereka bangun adalah relasi antarpersonal.
Ki Hadjar Dewantara melukiskan, bahwa seorang pemuda
yang karena berpendidikan rendah lalu dengan sadar memilih
menjadi penjual es dawet, jauh lebih merdeka daripada seorang