Page 118 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 118
itu terhadap sektor industri. Baik link maupun match-nya meng-
acu pada perusahaan-perusahaan multinasional, bukan pada
kesesuaian dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Akibatnya, ketika sistem pendukung tersebut roboh, keberadaan
pendidikan link and match itu pun turut runtuh, karena secara
konseptual sistem ini memiliki ketergantungan terhadap sistem
di luarnya, seperti sistem ekonomi makro, sehingga tidak bisa
otonom.
Bila dicermati wacana yang berkembang di masyarakat,
dapat dikatakan bahwa munculnya konsep KBK sebetulnya tidak
jauh berbeda dengan munculnya konsep link and match. Yaitu,
bagaimana mendorong agar sistem pendidikan nasional mampu
menciptakan manusia-manusia yang memiliki kompetensi dasar
tertentu, sehingga mereka dapat memasuki pasaran kerja glo-
bal, terlebih mampu bersaing dengan tenaga-tenaga kerja dari
luar. Maka, implementasi konsep KBK adalah mengembangkan
bidang-bidang yang diperlukan untuk bersaing di pasaran tenaga
kerja global sedini mungkin. Sekali lagi, itu tidak salah, tapi
mungkin kurang tepat, sehingga perlu dicari agar secara metodis
benar, tapi secara empiris juga tepat sasaran.
Jika kita menerima konsep KBK sebagai perspektif baru
dalam pendidikan, maka kegamangan para guru soal penyusunan
silabus, pengembangan metode dan materi, kesiapan para guru
tersebut tidak terlalu merisaukan. Semua akan berjalan sesuai
dengan proses. Yang diperlukan oleh DPN adalah orang-orang
yang mampu menyusun materi pelajaran secara cerdas dan peka
terhadap situasi sekitar.
Kecuali itu, yang tak kalah penting untuk diperhatikan bila
KBK diperlakukan sebagai metode adalah di mana posisi KBK
sebagai metode tersebut di dalam Undang-Undangan Sistem
Pendidikan Nasional (SPN) yang baru? Hal itu mengingat begitu
banyak mata pelajaran diamanatkan oleh UU SPN yang harus
diberikan kepada murid. Masihkah tersedia ruang terbuka untuk
pelaksanaan KBK secara khusus? Kurikulum KBK itu sendiri di