Page 117 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 117
lah. Dengan kata lain, KBK sebetulnya hanya sebuah perspektif
saja, bukan sebagai metode khusus.
Sebagai perspektif, maka implementasinya tidak secara khu-
sus, tapi merasuk ke dalam seluruh materi pelajaran. Agar per-
spektif itu dapat tercapai, semua isi buku pelajaran di sekolah
hendaknya dapat menggambarkan kondisi lingkungan geografis,
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat tempat murid itu ber-
ada. Konsekuensi dari pandangan semacam itu adalah bahwa
desentralisasi pengadaan buku-buku pelajaran menjadi sangat
penting, agar buku-buku pelajaran di sekolah tidak bias Jawa,
bias kota, bias kelas menengah, dan bias petani saja, melainkan
sebaliknya dapat menggambarkan situasi geografis, ekonomi,
sosial, dan budaya dari masing-masing daerah asal murid ter-
sebut. Materi pelajaran yang dapat disusun oleh pusat cukup
untuk Matematika, IPA, Tata Bahasa Indonesia maupun Inggris,
Ilmu Bumi Indonesia dan Dunia, Kewarganegaraan, maupun
Sejarah Nasional dan Sejarah Dunia. Tapi materi sejarah lokal,
ilmu bumi lokal, kesenian, bacaan Bahasa Inggris maupun
Indonesia, dan keterampilan lebih baik diusahakan oleh setiap
daerah. Kebijakan ini, selain memperkenalkan basis kompetensi
kepada setiap murid sejak dini, juga menciptakan pemerataan
dalam penggunaan anggaran pendidikan ke semua daerah, tidak
hanya menumpuk di Jawa saja, utamanya di Jabodetabek saja.
Luar Jawa berhak memperoleh dukungan dana dari pemerintah
untuk melahirkan penulis-penulis baru dan mengembangkan
industri penerbitannya sendiri.
Menjadikan KBK sebagai metode adalah berbahaya, karena
pada tingkat implementasinya dalam bentuk kurikulum baru
cenderung mereduksi makna pendidikan. Ini seperti yang terjadi
pada konsep pendidikan link and match, yang cenderung mere-
duksi pendidikan sebagai tempat untuk melahirkan tukang-tu-
kang bagi kepentingan industri saja.
Selain terjadi reduksi terhadap makna pendidikan, kega-
galan link and match juga terletak pada ketergantungan sistem