Page 157 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 157

Marjinalisasi Guai dalam Pembangunan Nasional



               dang   kritis  dan  tidak  mau  mendukung    Golkar.  Banyak   kisah
               mengenai   guru  yang  dimutasi  ke  daerah  terpencil  hanya  karena
               guru  tersebut  tidak  mau   mendukung     Golkar,  dan  sebaliknya
               memilih partai  politik  lain  (PDI  atau  PPP).  Dalam  proses  pemuta-
                                                                      s
               sian  itu,  pengurus  PGRI  di  tingkat  ranting,  cabang, ampai  pusat
               bukannya   membela,   melainkan  malah  turut  memperlancar   pemu-
               tasian  itu  dengan  memberikan   surat  rekomendasi.   Mutasi  guru
               ke  daerah-daerah   terpencil  yang  dimaksudkan    sebagai   bentuk
               h u k u m a n  terhadap  guru  yang  kritis,  selalu  didasarkan  pada
               surat  rekomendasi   pengurus   PGRI.  Sungguh   sangat  ironis,  bah-
                                         s
               wa organisasi  guru  yang eharusnya    membela   guru  malah  menin-
               das  guru.

                    Andil  besar  PGRI  dalam  proses  marjinalisasi  guru  itu  tidak
               hanya   secara  politis,  tapi  secara  ekonomis.  Sampai  sekarang,
               setiap  guru  yang  menjadi  anggota  PGRI  selalu  dikenai  pungutan
               iuran  anggota  sebesar  Rp  500  per  anggota/bulan.   Tapi   untuk
               apa  dan  ke  mana  penggunaan    dana  tersebut,  tidak  pernah  ada
               pertanggungjawaban      kepada  anggota.  Ironisnya,  para  anggota-
               nya  juga  diam  saja.  Pada  masa  Orde  Baru  pula,  PGRI  membuat
               pakaian   seragam   ala  PGRI  (di  Jawa  Tengah  dan  DIY)  berupa
               kain  batik  murahan.  Ada  keharusan  bagi etiap guru  untuk  mem-
                                                          s
               beli  kain  seragam  tersebut.  Para  guru  di  kampung   saya  pada
                                                          c
               waktu  itu  selalu  mengeluh  bahwa  setiap atur  wulan  PGRI  selalu
               ngedrop  kain  seragam,  yang  harus  dibeli  karena  pembayarannya
               sudah  langsung   dipotongkan   dari  gaji  mereka.  Pengedropan  itu
                                                                             j
               tidak  didasarkan  pada  kebutuhan   guru,  melainkan   pada adwal
               yang   sudah  ditetapkan   oleh  pengurus    saja.  Dan  para  guru,
               utamanya   guru  SD,  tidak  bisa  mengelak begitu  saja  karena atasan
               langsung   mereka   (orang  Dinas  Pendidikan   di  kabupaten/kota-
               madya)   yang  mengurusi   kenaikan  pangkat   dan  nasibnya  adalah
               pengurus   PGRI,  sehingga  tidak  ada  alternatif  lain  kecuali  mene-
               rima.  Drop-dropan   kain  seragam  yang  terjadi  secara  rutin  setiap
               catur  wulan  sekali  itu  otomatis  sangat  membebani  guru,  karena
               turut  memperbesar umlah     utang  yang  harus  dibayar  oleh  guru.
                                    j
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162