Page 163 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 163
yang terjadi adalah penyeragaman dalam berbagai bentuk dan
wilayah (dari Sabang sampai Merauke), sehingga tidak memung-
kinkan daerah melakukan eksperimen untuk pengembangan
m o d e l - m o d e l p e n d i d i k a n y a n g sesuai d e n g a n k a r a k t e r
masyarakatnya.
Sedangkan munculnya sikap pesimis itu dipicu oleh berbagai
alasan, antara lain, pertama, ketidaksiapan sumber daya manusia
(SDM) di daerah itu sendiri. Secara objektif, hanya sedikit daerah
yang mampu menjalankan otonomi pendidikan yang diberikan
oleh pusat. Kedua, ketidakjelasan jenis otonomi yang diberikan
kepada daerah, mengingat masih terdapat banyak harapan yang
ditumpukan oleh pusat kepada daerah, seperti kurikulum
nasional. Juga masih adanya beberapa kewenangan yang di-
serahkan kepada Daerah Tingkat I (Provinsi), sehingga dengan
demikian otonomi sebetulnya tidak sepenuhnya otonom. Ke
depan, tetap akan terjadi tarik menarik antara pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota. Ketiga, ketidakjelasan sumber pembiayaan
pendidikan. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, seluruh dana
pendidikan diambilkan dari APBN, tapi setelah pelaksanaan oto-
nomi nanti anggaran pendidikan itu harus diambilkan dari mana?
Jika hanya diambilkan dari APBD, maka berarti besarnya antar-
daerah tidak sama, sehingga hal itu justru makin memperburuk
mutu pendidikan.
1. Tarik Menarik Kepentingan
Jika kita melihat kembali undang-undang maupun Peratur-
an Pemerintah yang terkait dengan soal otonomi daerah, sesung-
guhnya terdapat kontradiksi satu sama lain, yang mencerminkan
adanya tarik menarik kepentingan antara Pusat dan Provinsi
dengan Kabupaten/Kota. Tampaknya, baik Pemerintah Pusat
maupun Provinsi tidak rela menyerahkan sepenuhnya pengelo-
laan pendidikan kepada Kabupaten/Kota, sehingga tetap harus
ada wewenang-wewenang yang harus ditangani oleh Pemerin-
tah Pusat maupun Provinsi.