Page 93 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 93
pokok dan tunjangan fungsionalnya untuk semua guru negeri
(sesuai golongan) di seluruh Indonesia memang sama, karena
hal itu diatur dalam undang-undang kepegawaian dan diatur
oleh satu instansi yang sama, yaitu Kementerian Penertiban Apa-
ratur Negara (Men-PAN). Tapi di era otonomi ini, setiap daerah
memiliki kebijakan sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan
guru. Guru-guru di wilayah DKI Jakarta, misalnya, selain mene-
rima gaji pokok dan tunjangan fungsional dari Pemerintah Pusat,
juga menerima tunjangan transport dan kesejahteraan yang besar-
nya mencapai Rp. 900.000 per guru/bulan. Demikian pula para
guru di daerah Riau, Kutai, dan daerah-daerah makmur lainnya
mereka menerima tunjangan lain dari Pemda. Sebaliknya, para
guru yang bertugas di daerah miskin, mereka tidak mendapatkan
tambahan apa pun. Sebaliknya, malah sering kadang harus nom-
boki kegiatannya, atau Pemdanya membuat aturan yang memo-
tong gaji mereka. Padahal, guru yang bertugas di daerah ter-
pencil mengajar lebih berat karena berhadapan dengan anak-
anak kurang gizi dan miskin fasilitas. Menghadapi ketidakadilan
semacam itu, mestinya Pemerintah Pusat dapat intervensi dengan
memberikan insentif kepada para guru di daerah miskin agar
kesenjangan pendapatan sesama guru negeri tidak terlalu jauh.
Nasib lebih buruk dirasakan oleh para guru honorer, baik
yang mengajar di sekolah-sekolah swasta maupun di sekolah-
sekolah negeri. Bagi mereka yang mengajar di daerah-daerah
yang makmur dan kepala daerahnya memiliki kepedulian pada
bidang pendidikan — karena tidak semua daerah makmur bupati/
walikotanya memiliki komitmen pada pendidikan —barangkali
nasib mereka lebih baik, karena Pemda memiliki dana cukup
untuk menggaji mereka. Tapi bagi mereka yang mengajar di
daerah-daerah miskin, nasib mereka semakin merana, karena
selain Pemdanya tidak memiliki dana, intervensi Pusat juga sudah
tidak ada lagi.