Page 91 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 91
y
contoh, penerimaan calon guru negeri di Kabupaten Sumedang
lebih baik mengambil dari orang-orang Sumedang sendiri. Tapi
agar proses rekrutmennya tereliminasi dari praktik KKN, maka
prosesnya diserahkan ke Pusat. Memang, Pusat pun tidak akan
terbebas dari praktik KKN sama sekali. Tapi pengalaman me-
nunjukkan, bahwa rekrutmen guru yang dilakukan oleh pusat
jauh lebih bersih dibandingkan dengan yang dijalankan oleh
Pemda. Jangan sekali-kali memberikan kepercayaan kepada dae-
rah untuk merekrut calon-calon guru negeri, kecuali menghen-
daki mutu guru di Indonesia menjadi semakin buruk di masa-
masa mendatang.
Kecenderungan memupuk mentalitas KKN bukan hanya
dalam hal rekrutmen guru saja, tapi juga dalam mutasi guru,
pelaksanaan pembangunan/rehabilitasi gedung-gedung SD,
pengadaan sarana pendidikan serta buku pelajaran. Di Kota
Bekasi misalnya, para guru resah karena menjelang Tahun Ajaran
Baru 2004/2005 ini Dinas Pendidikan Kota Bekasi melakukan
pemaksaan kepada sekolah untuk membeli sejumlah buku dari
penerbit tertentu. Kolusi dan paksaan ini diperintah langsung
oleh Kepala Dinas Kota Bekasi, yang diikuti oleh seluruh
Kacabdin (Kepala Cabang Dinas) Kecamatan, serta K3S (Kelompok
Kerja Kepala Sekolah)-nya. Paksaan itu disertai ancaman, bila
sekolah tidak mengikuti anjuran Dinas Pendidikan akan terkena
sanksi (surat pembaca seorang guru di Harian Kompas, 23 Mei
2004).
J
2. Saling Lempar Tanggung awab
Masalah yang lebih rumit lagi dengan adanya otonomi
daerah ini adalah kekurangan guru SD di banyak tempat dan
banyaknya gedung SD di seluruh wilayah Indonesia yang bobrok
atau bahkan roboh. Dua hal itu menjadi amat rumit, karena Pem-
da selalu menyatakan tidak memiliki dana untuk mengangkat
guru-guru SD baru dan juga untuk merehabilitasi gedung-
gedung SD yang rusak atau membangun unit gedung baru. Di