Page 94 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 94
3. Swasta Makin Liar
Pelaksanaan otonomi daerah yang kemudian diikuti dengan
otonomi pendidikan ternyata membawa dampak amat luas ter-
hadap praktik pendidikan nasional. Bagi sekolah-sekolah negeri,
saling lempar tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pem-
da itu membawa dampak makin tidak tertanganinya kekurangan
guru dan kerusakan gedung-gedung SD. l api bagi sekolah-seko-
lah swasta, saling lempar tanggung jawab antara Pemerintah
Pusat dan Daerah itu membawa dampak pada makin liarnya
sekolah-sekolah swasta dalam melakukan pungutan biaya seko-
lah. Dengan dalih otonomi daerah dan otonomi sekolah, sekolah-
sekolah swasta makin liar menarik iuran ini-itu untuk men-
jalankan pendidikannya.
Saya sendiri tidak bisa memahami argumentasi yang diba-
ngun para pengelelola sekolah swasta. Sebab, bukankah swasta
di Indonesia itu sejak awal hidup dari masyarakat, bukan dari
pemerintah? Sekolah-sekolah swasta itu, sejak awal, didirikan
mengandalkan dukungan masyarakat, khususnya orang tua wali
murid untuk pembiayaannya. Bantuan dari Pemerintah relatif
kecil, paling hanya berupa guru negeri yang diperbantukan (Guru
DPK), dan itu pun jumlahnya tidak sampai separuh dari total
guru di sekolah tersebut. Dengan demikian, ada otonomi atau
tidak, sebetulnya tidak berpengaruh terhadap kondisi anggaran
sekolah karena sejak dulu memang begitu. Maka sungguh meng-
herankan bila di era otonomi ini sekolah-sekolah swasta mela-
kukan pungutan macam-macam dengan dalih otonomi daerah
sehingga sekolah harus mandiri. Sekolah swasta harus mandiri
itu sudah sejak dari sowo-nya, sehingga sangat tidak etis bila
kemudian menjadikan pelaksanaan otonomi daerah dan otonomi
pendidikan sebagai dasar untuk melakukan pungutan.
Dalam situasi masyarakat belum menyadari hak-haknya
sebagai warga negara yang baik, cara kerja sekolah-sekolah
swasta itu kian sulit dikontrol. Apalagi, kepada masyarakat juga
tidak pernah ditunjukkan, berapa besar pengurangan subsidi