Page 109 - Tan Malaka - MADILOG
P. 109
bisa bayar advokat. Pengadilan umpamanya memutuskan, bahwa si-tani
mesti menjual tanah, pekarangan, rumah dan perabotan kalau ada; sapi
atau ayampun kalau ada, buat membayar hutangnya.
Sedikit kepanjangan buat contoh, tetapi kependekan buat hal yang banyak
sekali terjadi di pulau Jawa dan penting buat kehidupan orang Indonesia.
Sekarang kita bertanya : Adilkah putusan Hakim Pengadilan tadi? Inilah
salah satu dari pertanyaan yang tiada boleh dijawab dengan ya, dan tidak
saja. Karena pertanyaan itu berkenaan dengan perkara yang berhubungan
dengan masyarakat yang bertentangan diantara: Yang berpunya dengan
Tak berpunya.
Tuan Fulus Muslimin yang Berpunya, sebagian besar dari kaum Ulama
dan Pemerintah berdasar “kepunyaan sendiri”, tentulah 100%
membenarkan putusan itu. Petani berhutang dan hutang mesti dibayar. Ini
cocok dengan semua Undang kemodalan dan cocok dengan semua
Agama.
Sebaliknya filsafat kaum Tak Berpunya atau Undang kaum Tak berpunya
(dimana kaum Tak berpunya menguasai Negara) 100 % pula akan
memutuskan bahwa putusan Hakim “tidak” adil.
Kalau penulis ini umpamanya berkuasa mengambil putusan, maka
penulis akan menyuruh pilih saja satu dari dua putusan. Pertama, karena
tuan Halal bin Fulus bukan bangsa Indonesia, supaya pulang kembali ke
Tanah Suci denga diizinkan membawa sekedarnya dari harta bendanya,
atau kedua: boleh tinggal disini, tetapi mesti mengembalikan semua
hartanya pada Negara Indonesia. Dalam hal kedua dia lebih dahulu mesti
dijadikan “manusia yang berguna buat masyarakat Indonesia”, yaitu
dengan menukar dia sebagai paraciet, shylock, lintah-darat, menjadi
“pekerja” sekurangnya 13 tahun. Sesudah itu baru boleh diterima menjadi
penduduk yang sama haknya dnegan “pekerja” yang lain-lain.
Pendeknya dalam perkara diantara dua pokok yang bertentangan, kita
tidak bisa menjawab dengan ya atau tidak (benar atau salah, adil atau
dhalim), sebelum kita mengambil pendirian, mengambil penjuru dari
mana kita mesti memandang, point of view. Apa yang dipandang adil dari
satu pihak, berarti tak adil dipandang dari pihak yang lain, dan
sebaliknya. Sebab itu kita mesti lebih dahulu berpihak pada yang lain,
atau sebaliknya inilah artinya menentukan POINT OF VIEW. Dari salah
satu sudut barulah kita bisa memandang dan memutuskan ya atau tidak.
108