Page 279 - Tan Malaka - MADILOG
P. 279

yang cocok dengan itu pula. Masyarakat yang dikepalai oleh Banyak Raja
             membayang pada pemikir Hindustan yang menciptakan Banyak Dewa.

             Masyarakat itu terus maju selangkah demi selangkah, karena pesawat dan
             cara  penghasilannya  dan  berhubungan  dengan  itu,  gerakan  politiknya
             maju pula selangkah demi selangkah. Kita lihat pemimpin Tiga Serangkai
             itu pada satu Negara adalah cocok dengan undangnya ketentraman. Kita
             saksikan pemerintahnya Triumphirate (Caesar, Pompeyus dan Gracchus).
             Di  Tiongkok  Pemerintah  Tiga  Serangkai  terbentuk  pada  cerita  yang
             masyhur sekali, karena banyak mengandung nasihat dan pengajaran baik.
             Cerita Sam-Kok. Tiga Negara, dibawah Tiga Raja, adalah satu dari cerita
             classic (tua-bertuah) yang patut dibaca oleh pemuda dan pemudi, tua dan
             muda  kita.  Disini  bisa  disaksikan  bagaimana  pemimpin  Kong  Min
             dengan  pegawai  sekali  menjalankan  politik  setimbang.  Kalau  seorang
             Raja kelihatan ceroboh (agressive) dan kuat, maka Kong Min berpihak
             pada yang lebih lemah dan bersama melawan yang ceroboh itu. Dengan
             begitu Raja ceroboh tak bisa menjalankan politiknya. Kecerobohan bisa
             dicepatkan, kalau tak bisa dihindarkan sama sekali. seperti pada hukum
             thesis, anti thesis dan synthesis juga, setimbang mungkin dijalankan.
             Kalau  setimbangan  semacam  itu  mesti  membayang  pula  pada
             kepercayaan  resmi,  maka  khayal  ini  tiada  akan  mengherankan.  Kalau
             diantara  para  Raja  Hinudstan  pada  satu  tingkat  sejarah  didapati  Tiga
             Pucuk Raja, maka pada tingkat ini para Brahmana yang berpikiran ulung
             tentulah  tak  senang  lagi  dengan  memuja  dan  memuji  puluhan  dewa.
             Patutlah  kalau  dipilih  Tiga  Dewa  buat  diberangkatkan.  Kalau  Tiga
             Serangkai itu  Cuma dikenal oleh bangsa Arya saja,  belum lagi  dikenal
             oleh yang bukan (non)-Arya, yang takluk atau bergabung dengan bangsa
             Arya  sesudah  bertarung  dengan  seru  dan  sengit,  maka  patutlah
             dimasukkan Hantu atau Dewanya bangsa Non-Arya kedalam Kitab Veda.
             Demikianlah  Tiga  Serangkai  Surya,  Indra  dan  Agni  bertukar  menjadi
             Tiga  Serangkai  Brahma,  Wishnu  dan  Shiwa  atau  sebaliknya  Tiga
             Serangkai  lain,  kalau  sejarah  berlainan  pengalirannya.  Di  Indonesia
             (Jawa)  Tiga  Serangkai  itu  pernah  berbentuk  Surya,  Shiwa,  Brahma
             dengan Surya sebagai Dewa Puncak (lihat patung di Museum Jakarta).

             Masyarakat  terus  membikin  sejarahnya.  Peperangan  ialah  puncak
             perbuatan politiknya masyarakat yang acap berlaku dan kekuasaan lama-
             kelamaan  berpusat  atau  sebagian  besar  berpindah  pada  satu  Raja,  pada
             jago perang, pada satu Napoleon, pada Maha Raja, yang Ahli Filsafatnya
             Maha  Raja  ini  tentulah  merasa  tak  puas  memuja  Tiga  Dewa  yang
             bersamaan kekuasaannya. Dia perlu mendapatkan, dan Maha Raja merasa



             278
   274   275   276   277   278   279   280   281   282   283   284