Page 283 - Tan Malaka - MADILOG
P. 283

kepercayaan pada lk 600 tahun sebelum Nabi Isa itu, sejarah Hindustan
             adalah dalam gelap-gulita.

             Boleh  jadi  sekali  masyarakat  Hindustan  sedang  menempuh  pancaroba.
             Bagian  Kita  Veda  terakhir,  ialah  Upanishad,  ada  membayangkan.
             Disanapun  juga  sudah  nyata  kesangsian  dalam  segala-gala;  adanya
             percobaan  yang  sia-sia  buat  menyusun  dan  memperdamaikan  paham
             yang  kacau-balau  dan  bertentangan,  sudah  terasa  perlusnya  diadakan
             pembaharuan dan pembagunan.

             Bagaimana  juga  pesatnya  Buddhisme  menantang  Brahmanisme,  orang
             jangan lupa, bahwa perlawanan itu masih berada pada satu barisan, satu
             kutub,  ialah  kutub  Idealisme.  Perlawanan  itu  boleh  diandaikan  dengan
             perang  saudara,  yang  seiring  bertukar  jalan,  seperti  perlawanan  dalam
             istana  antara  para  putera  raja  atau  dalam  parlemen  antara  partai  liberal
             dan conservative, muda dan kolot. Perlawanan itu tiadalah terjadi diantara
             dua kelas yang bertentangan: Yang Berpunya dan Tak-Berpunya.
             Materialisme  Lokayata  lebih  terang  dan  lebih  tajam  menantang
             Brahmanisme,  tetapi  kelasnya  yang  cocok  dengan  materialsime  di
             Hindustan Asli itu tentulah belum cukup kuat. Seperti proletariat Rumawi
             masih  kekurangan  alat  yang  nyata  (kemesinan),  buat  melakukan
             materialisme  itu  malah  lebih  kurang  lagi.  Yang  tak  berpunya  di
             Hindustan  mempunyai alat benda (kemesinan) itu. Lokayata akan  terus
             tinggal dalam kitab saja, tak bisa dilaksanakan.
             Lebih  dari  Brahmanisme,  maka  Buddhisme  melangkah  dari  Idealisme
             semata-mata.  Benda  itu  dianggap  sebagai  impian,  sebagai  kesesatan
             Pancaindera  kita  (illusion).  Pancaidera  inipun  mesti  dimatikan,  seperti
             semua nafsu, kalau kita hendak sampai melihat “cahaya itu, sampai ke
             Nirwana  itu.  Selama  kita  masih  mengandung  n  a  f  s  u,  terhadap
             perempuan  atau  benda  didunia  ini  selama  itulah  pula  kita  menurut
             undangan  Karma  kita  terpaut  dalam  jasmani  dan  keduniaan.  Dengan
             begitu, maka sesudah mati, maka jiwa kita yang masih dikutuki nafsu itu
             mesti berpindah lagi ke sesuatu Badan di dunia ini, hewan atau manusia”.

             Kita  masih  ingat  idealist  consequent  terus-menerus  pada  zaman  lebih
             baru ialah David-Hume. Karena ia membatalkan benda itu sama sekali,
             maka  ia  tertumbuk.  Terpaksa  ia  membatalkan  benda  yag  paling  dekat
             padanya ialah badannya sendiri. Begitu juga Gautama Buddha yang mesti
             dilayani dengan segala kehormatan, tertumbuk pada jasmani itu. Berkali-
             kali Gautama Buddha jatuh pingsan karena membatalkan badan dirinya.
             Barangkali  sebagai  akibat  dari  peralaman  ini,  Buddha  menasihatkan



             282
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288