Page 284 - Tan Malaka - MADILOG
P. 284

dengan keras kepada  pengikutnya supaya jangan sampai keujung: pada
               satu ujung jangan tercemplung  kedalam dunia sukaria  tak berbatas dan
               pada ujung lain jangan sampai cemplung ke dalam pekerjaan menyiksa
               diri. Keduanya tak berguna.
               Demikianlah idealisme sejati yang diteruskan oleh salah satu otak Timur
               yang cemerlang, hati ikhlas dan tabah tertumbuk pada 4 persoalan yang
               Gautama Buddha sendiri tiada mau atau tak bisa menjawab: ke-1. Apakah
               Alam Raya ini baka atau fana, ke-2. Apakah Alam Raya ini berujung atau
               tidak, ke-3 Apakah hidup itu sama (satu) dengan Badan, ke-4. Apakah
               seorang yang sudah merdeka (dari jasmani) itu terus ada sesudah mati?
               Kita tahu bahwa persoalan ini dalam filsafat menimbulkan paham yang
               terkenal sebagai agnoticism (tak-tahu!).

               Sudah  adakah  compromis  Maha-Jiwa-Dewa  pada  kepercayaan
               Brahmanisme,  ketika  Gautama  Buddha  mengadakan  opposisi?
               Berhubung  dengan itu, sudah terjadilah perdamaian antara  seluruh atau
               sebagian para Raja dan Kasta Brahmana? Kalau sudah memang tantangan
               Gautama  Buddha,  kelak  akan  mengalir  juga,  lambat-laun  pada
               perdamaian Ksatria-Brahmana itu. Semua filsfaat Buddhisme lambat-laun
               akan masuk juga kedalam Brahmanisme.

               Atau,  belum  adakah  perdamaian  Maha-Jiwa-Dewa.  Sejajar  dengan
               compromis Ksatria-Brahmana itu, dengan Gautama Buddha mengadakan
               opposisi?  Kalau  begitu  mengapakah  putera  Raja  Kapilawastu  yang
               berdarah  Ksatria,  berbadan  teguh-tegap,  berotak  cemerlang,  berhati
               berani  tabah,  cocok  dengan  semangat  Ksatria  itu  tiada  menyusun  dan
               menyelenggarakan  pemberontakan  dan  merebut  kekuasaan  dari  tangan
               kaum Brahmana? Atau begitu kurangkah kepercayaan putera Raja ini atas
               kemenangan? Atau begitu besarkah kejemuan hidup disebabkan nikmat
               dunia  yang  melimpah  dan  istananya  itu  pada  satu  pihak  serta  sayup
               sedihnya pemandangan kegunung Himalaya, terutup oleh salju dan awan
               itu pada lain pihak.

               Disinipun kita  mesti  menjawab dengan Ko Veda (siapa tahu?). sejarah
               Hindustan berdiam diri, seperti gunung Himalaya itu.
               Bagaimana  juga  opposisi  yang  tiada  berdiri  atas  dua  kelas  yang
               bertentangan itu (Yang-Tak-Berpunya dan  Berpunya) tiada berdasarkan
               paham  yang  mengalir  dari  dua  penjuru  yang  bertentangan  (benda  dan
               pikiran, Matter dan Idea) itu bermuara pada Brahmanisme, seprti sungai
               bermuara dilautan!




                                                                                         283
   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288   289