Page 168 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 168
“Tapi dia sanggup menggoyahkan iman kamu, mas.
Apakah setiap laki-laki normal bisa dengan mudah
diperdaya oleh sesamanya melakukan perbuatan seperti
itu?” perkataan istriku disusul dengan matanya yang mulai
berkaca-kaca menahan amarah.
Nada suaranya tertahan karena mencoba tidak
membangunkan dua anak kami yang masih tertidur lelap
di kamar mereka.
“Aku memang salah, sayang,” jawabku sambil tertunduk
pasrah. “Aku hanya bisa minta maaf.”
“Terima kasih karena tetap mau jujur, mas. Tapi aku tahu
kalau mas tidak lagi bahagia dengan kehidupan kita. Dan
aku sudah memikirkan ini dengan matang sejak tahu
tentang kejadian itu. Mas boleh meninggalkan aku dan
anak-anak. Kalau mas bahagia bersama si Edrick…”
Perkataan istriku segera aku potong dengan mengecup
bibirnya berulang kali, tetapi berkeras ditepisnya.
Air matanya terus mengalir tanpa henti.
“I love you,” kataku sambil berusaha memeluknya.
Dia kian berontak dan menepis upayaku.
“Kamu bahkan tidak tahu bagaimana untuk setia, mas.
Jadi kamu juga tidak akan tahu makna di balik kata-kata I
love you itu!” kata istriku sambil berlalu dariku, menuju ke
kamar anak kami.
Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Sedih, aku ingin
menangis tetapi aku juga tidak mau membuat dua anakku
166