Page 203 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 203
Suara ketukan sebanyak empat kali terdengar bergema,
menghantui seisi tempat ini. Suara itu berasal dari bunyi
tongkat pentungan yang dipukulkan ke tiang lampu yang
terbuat dari besi, menjulang tinggi tepat di pojok kompleks
lapangan di luar ruanganku.
Sudah pukul empat subuh. Ketukan itu adalah penanda
waktu. Dua jam lagi ketika suara sirine pagi akan
membangunkan seluruh penghuni kompleks.
Aktifitas akan diawali dengan sarapan, lalu mandi, apel
barisan, kemudian pembagian giliran tugas berkelompok
hingga jelang makan siang nanti. Yang tidak mendapat
giliran tugas berkelompok dapat bebas beristirahat, atau
melakukan apa saja yang diinginkannya.
Sore hari, semua akan berkumpul untuk makan malam,
kemudian bebas serentak, tinggal memilih mau bermain
catur, monopoli atau menonton siaran televisi di ruang
hiburan.
Tepat jam sepuluh, semua lampu dimatikan dan semua
orang sudah harus tidur. Berulang seperti ini setiap hari,
kecuali hari Minggu karena kami semua diwajibkan ikut
ibadah, mereka mendatangkan penceramah untuk
masing-masing agama dan mengelompokkan orang
sesuai dengan keyakinannya.
Kata orang, tempat ini bagai neraka. Bayangkan saja,
dikelilingi tembok setinggi tiga-empat meter berwarna
putih, penjagaan ketat, tidur di ruangan dengan pintu serta
dinding dari jeruji besi yang dikunci setiap malam. Coba
201