Page 204 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 204
saja berulah, atau sialnya kamu memiliki tampang lugu
yang dibenci serta siap dibantai oleh narapidana lainnya.
Di tempat ini, pilihan kamu hanya dua: bertahan dan
menjadi kuat, atau menyerah dan menjadi lemah. Lalu
satu-satunya penghubung antara dua pilihan ini adalah
waktu. Ya, sang waktu yang menentukan, yang
menghitung mundur hari-hari menuju kebebasan fisik, ke
luar dari tempat ini, yang mereka sebut sebagai penjara.
“Rio, menghadap ke ruang kepala sipir sekarang!” tegur
suara itu dari luar pintu sel tahananku.
Suara itu berasal dari pak Subar, salah satu sipir di sini.
Perawakannya tinggi kurus, sekitar sejengkal lebih tinggi
dari aku, rambutnya bergelombang, wajahnya lonjong dan
sering dijuluki oleh para napi sebagai ‘pak jerapah
keriting’. Ya, mungkin karena dia tinggi seperti hewan
jerapah dan rambutnya bergelombang.
“Iya, pak Subar. Siap!” balas aku sambil segera bangkit
dari tikar plastik yang tergelar di lantai tegel berwarna
putih.
Aku berdiri dalam posisi siap di dekat pintu, menunggu pak
Subar membukanya.
“Mungkin surat keputusan itu sudah tiba, Rio. Pak kepala
tadi minta kamu ke ruangannya sekarang juga.” Katanya
sambil mendorong pintu besi terbuka, lalu mempersilakan
aku keluar.
202