Page 68 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 68

Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
               petani yang bercocok-tanam dan menghasilkan bahan pangannya
               dari tanah adat, berubah menjadi pekerja/buruh yang terlempar
               dari tanah adatnya sebab “terrambah” oleh pembangunan mod-
               ern. Akan tetapi karena dirasa ada “syarat perlu dan syarat
               penting” bagi pilihan strategi ini. Mereka mengubah strategi
               gerakan rakyat yang semula berbasis pada kelas menjadi berbasis
               identitas.
                   Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, “Masyarakat
               Adat” mengalami berbagai diskriminasi dan peminggiran. Sejak
               masa Kolonial, mereka di-”persona non grata”kan melalui prinsip
               domein verklaring. Eksistensinya diabaikan. UUPA no. 5/1960 yang
               merupakan undang-undang pokok juga menempatkan masya-
               rakat adat pada posisi ambigu. Di satu sisi mereka diakui kebe-
               radaannya melalui penguasaan atas sumber-sumber daya
               agrarianya, di sisi lain pengakuan itu disertai catatan, “selama
               tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara”.
               Politik ketatanegaraan, hukum, dan politik kebahasaan (semantik)
               selama masa Orde Baru juga bersikap diskriminatif bahkan
               melecehkan. Mereka disebut dengan “masyarakat terasing”,
               “perambah hutan”, “peladang berpindah”, “masyarakat
               tradisional”, “populasi yang rentan”, “masyarakat primitif”, dan
                      34
               lain-lain.  Praktik hegemoni terhadap masyarakat adat bekerja
               melalui politik kebahasaan semacam itu, yang sudah sangat lazim
               digunakan di departemen-departemen pemerintahan.
                   Sebaliknya, argumen yang selalu digunakan dalam strategi
               perjuangan adalah bahwa masyarakat adat memiliki “kearifan



                   34  Sandra Moniaga, “Keaslian Suku dari Suku-suku Asli di Indonesia:
               Dilihat dari Perspektif Siapa?”, dalam Noer Fauzi (ed.), Tanah dan Pembangunan,
               (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), hlm. 235-251.

                                                                   49
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73