Page 70 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 70
Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
5. Mendiskusikan Isu-isu Agraria
“.....Sartono, dalam perjalananya itu, terkadang ia melihat bagaimana
petani di kampungnya menjual gapleknya kepada tengkulak dengan
harga yang sangat rendah. Melihat itu, Sartono ketika itu belum bisa
berbuat apa-apa. Ia hanya bisa sedih melihat para petani itu
diperlakukan sewenang-wenang oleh tengkulak. Kesedihan hati
Sartono bisa menunjukkan simpati dan kepekaan sosial atas
lingkungan sekitarnya”. (M. Nursam, 2008: 37)
Demikianlah Sartono Kartodirdjo menyaksikan penderitaan
rakyat kecil di hadapan bangsanya sendiri, orang-orang Indone-
sia, yang dalam struktur dan sistem tertentu melakukan tindakan
yang merugikan bagi kaum lemah. Di bawah ini akan disajikan
hasil identifikasi isu-isu agraria yang dibahas oleh Sartono Karto-
dirdjo.
a) Tentang Sistem Tanam Paksa
Sartono menggunakan istilah tanam paksa untuk menyebut
cultuurstelsel. Ia berpendapat bahwa tanam paksa terjadi
melalui persetujuan-persetujuan dengan rakyat. Pelaksa-
naan sistem ini melalui penyerahan seperlima dari tanah
rakyat. Rakyat masih diperbolehkan mengerjakan tanahnya
untuk tanaman pangan bahkan ada aturan penanaman
paksa tidak boleh melebihi pekerjaan menanam. Areal yang
terkena kebijakan ini mendapat pembebasan dari pajak
tanah. Dalam penyerahan hasilnya, terdapat selisih positif
(eds.), Adat dalam Politik Indonesia, (Jakarta: KITLV dan Yayasan Obor Indo-
nesia, 2010); Myrna A. Safitri dan Tristam Moeliono, (eds.), Hukum Agraria
dan Masyarakat di Indonesia, (Jakarta: Huma, Van Vollenhoven Institute, dan
KITLV-Jakarta, 2010). Kajian mereka terhadap masyarakat adat sedikit banyak
berangkat dari pemikiran-pemikiran Van Vollenhoven.
51