Page 96 - pengadaan tanah CNVRT.cdr
P. 96
pemerintahan Presiden Soeharto. Pada masa pemerintahan
Presiden yang kedua, konsep negara menguasai atau sebagai
“pemegang kuasa” terhadap tanah berubah menjadi seolah-
olah negara sebagai “pemilik” tanah-tanah yang tidak memiliki
alat bukti, atau disebut sebagai tanah negara bebas. Sehingga
terhadap tanah-tanah tersebut digunakan untuk kepentingan
pembangunan.
Pada masa ini pemerintah memiliki kekuatan untuk
melakukan tekanan-tekanan di dalam proses pengadaan tanah.
Kekuatan militer baik pada tahapan kesepakatan harga untuk
penentuan ganti kerugian ataupun tekanan militer pada tahap
pelaksanaan pengadaan tanah dirasakan oleh masyarakat
pada masa itu. Sistem pemerintahan yang dibangun oleh
Soeharto sangat kental dengan kekuatan otoriter, sementara
demokrasi rakyat ditenggelamkan dan ditindas selama masa
kepemimpinan beliau yakni 30 tahun. Kondisi ini mengakibatkan
pergerakan masyarakat bawah sangat diawasi dan terkekang
yang berimplikasi rakyat tidak mampu bersuara, tidak mampu
bergerak, tidak adanya sistem demokrasi sehingga rakyat
hanya dapat menurut terhadap kehendak pemerintah.
Albanik (2013) dalam Rachmawan (2016) menjelaskan
bahwasanya sistem kepemimpinan yang dibangun pada masa
ini berimplikasi terhadap beberapa permasalahan, khususnya
dalam tahapan pelaksanaan pengadaan tanah diantaranya
yakni: 1). terbatasnya sosialisasi/tidak adanya sosialisasi
rencana proyek secara transparan kepada masyarakat yang
akan terkena pengadaan tanah; 2). kurangnya/tidak adanya
sosialisasi terkait kepemilikan dan nilai aset yang dimiliki
masyarakat untuk proyek pengadaan tanah; 3). proses
Perkembangan Pengadaan Tanah di Indonesia 67