Page 267 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 267

program  operasional  untuk  menangani  masalah-masalah  ekonomi
                yang serius di negeri ini. Soeharto ternyata terkesan. Segera sesudah
                seminar ini usai, Soeharto menunjuk kelima ekonom FEUI ini sebagai
                "penasihat  ahli"-nya.  Penunjukan  ini  menandai  tampilnya  para
                ekonom  yang  sering  disebut  Mafia  Berkeley"  (karena  banyak  di
                antara  mereka  belajar  di  University  of  California,  Berkeley)  atau
                "kaum  teknokrat".  "Teknokrat"  adalah  pejabat  pemerintah  puncak
                yang  dalam  menyiapkan  kebijakan  ekonomi  dituntun  oleh
                pertimbangan rasional dengan mengutamakan kepentingan nasional
                dan  memperhatikan  prinsip-prinsip  utama  ilmu  ekonomi,  seperti
                biaya  oportunitas  dan  kelangkaan  sumberdaya.  Yang  diutamakan
                bukan  "isme"  ideologi,  melainkan  garis  pragmatisme,  yakni  prinsip
                bahwa yang baik adalah yang berlaku.
                    Sesudah memegang kekuasaan pada 1966, Soeharto meminta tim
                ekonominya  menyusun  Program  Stabilisasi  dan  Rehabilitasi.  Tujuan
                utama program ini adalah stabilisasi ekonomi dengan menghentikan
                laju  inflasi.  Instrumen  kebijakan  pokoknya  adalah  anggaran
                berimbang,  yang  didasarkan  pada  prinsip  bahwa  pemerintah  tidak
                semestinya  mencetak  uang  untuk  menutup  defisit  anggaran.  Agar
                kebijakan  ini  lebih  memadai,  penerimaan  pemerintah  dalam
                anggaran  berimbang  juga  akan  mencakup  bantuan  luar  negeri.
                Pengandalan  pemerintah  baru  pada  bantuan  luar  negeri  sebagai
                sumber  dukungan  keuangan  anggaran  ini  amat  berseberangan
                dengan  ucapan  Presiden  Soekarno  "go  to  hell  with  your  aid"  yang
                anti-Barat.

                    Sejak awal, Pemerintah Orde Baru menyadari bahwa sikap anti-
                Barat bukan hanya ciri Pemerintah Orde Lama yang sudah kehilangan
                pamor,  tapi  juga  bagian  dari  masalah  yang  dihadapi.  Karena  itu,
                pemerintah baru memutuskan meninggalkan kebijakan "memandang
                ke dalam", dan menempuh kebijakan "memandang ke luar", seperti
                tercermin pada kebijakan perdagangan dan investasi asing yang lebih
                liberal.  Untuk  mencapai  hal  itu,  pemerintah  baru  memutuskan
                membangun  kembali  hubungan  baik  dengan  negara-negara  Barat
                maupun Jepang. Hubungan baik itu dianggap penting untuk




                                                                                 255
   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271   272