Page 270 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 270

pembangunan pedesaan, yang menjadi kebijakan pro-penduduk
                miskin yang sangat efektif.

                    Sejalan  dengan  pertumbuhan  ekonomi,  proses  yang  sama  juga
                terjadi di bidang sosial. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah indikator
                sosial,  termasuk  angka  pendaftaran  murid  sekolah  dasar  neto  yang
                hampir mencapai 100 persen untuk lelaki dan perempuan, turunnya
                secara  tajam  angka  kematian  bayi  dibandingkan  tahun  1970,  dan
                naiknya prosentase penduduk yang mendapat akses pada air bersih.
                Jadi,  angka  pertumbuhan  ekonomi  dan  sosial  di  Indonesia  sejalan
                dengan  di  negara-negara  Asia  Timur  lain,  satu-satunya  kawasan  di
                dunia  berkembang  yang  dinilai  baik  selama  beberapa  dasawarsa,
                ditinjau dari kedua kriteria pertumbuhan di atas.

                    Namun demikian, di balik sejumlah keberhasilan yang diraih oleh
                Pemerintahan  Orde  Baru  di  bawah  pimpinan  Jenderal  Soeharto,
                terdapat sejumlah kegagalan. Seperti kebanyakan negara-negara Asia
                Timur  lainnya,  pesatnya  pertumbuhan  ekonomi  di  Indonesia
                berlangsung  di  bawah  iklim  pemerintahan  Orde  Baru  yang  sangat
                terpusat,  otoriter,  dan  represif.  Para  pemimpin  negara-negara
                otoriter  sering  membela  pemerintahannya  dengan  menyatakan
                bahwa  pembangunan  ekonomi  tidak  mungkin  berlangsung  dalam
                iklim demokratis. Mereka menyatakan, partai-partai politik umumnya
                sibuk  saling  cekcok  dan  hanya  memikirkan  kepentingan  politik
                mereka sendiri dan tidak memikirkan kepentingan nasional.

                    Secara  umum,  pesatnya  pertumbuhan  ekonomi  di  masa  Orde
                Baru berkat kemampuan para teknokrat ekonomi menjaga kestabilan
                makroekonomi. Namun, pada awal 1990-an, disiplin keuangan ketat
                itu, yang telah dijaga oleh para teknokrat ekonomi sejak akhir 1960-
                an,  mulai  merosot.  Hal ini  dapat  dilihat  dari  naiknya  transaksi non-
                anggaran,  yaitu  transaksi  pemerintah  yang  tidak  tertera  dalam
                anggaran resmi pemerintah pusat. Transaksi keuangan ini mencakup
                pengeluaran  pemerintah  tingkat  bawah,  lembaga-lembaga  semi-
                pemerintah (seperti Bulog [Badan Urusan Logistik]), dan Badan Usaha
                Milik  Negara  (BUMN).  Pengeluaran  non-anggaran  ini  dialokasikan
                untuk membantu BUMN yang tidak sehat, perusahaan-perusahaan



                258
   265   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275