Page 298 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 298

negeri, hampir semuanya program S-2. Widjojo sudah membuka jalan
                    dengan melakukannya sendiri.

                    Sebenarnya  penghargaan  Widjojo  pada  ekonomi  sebagai  ilmu  sudah
                    tampak sejak awal. Pada tahun 1955, ketika baru lulus dari Fakultas, ia
                    telah  berdebat  dengan  Wilopo,  pemimpin  Partai  Nasional  dan  bekas
                    perdana menteri, soal apakah koperasi harus menjadi bentuk dominan
                    dalam  organisasi  ekonomi  di  Indonesia.  Ia  mendebat  dengan
                    menggunakan  argumen  klasik  yang  mendukung  ekonomi  modern
                    campuran, yang kemudian dipilih Indonesia di bawah pengaruhnya.

                    Kesetiannya pada profesi juga telah menjauhkanWidjojo dari Presiden
                    Soekarno  yang  dikenal  tidak  begitu  menyukai  ekonomi...  Pada  Hari
                    Kemerdekaan  Indonesia  tanggal  17  Agustus  1963  Soekarno
                    menyinggung  hal  ini  dalam  pidatonya,  “Saya  bukan  ekonom...  saya
                    seorang  revolusioner,  dan  saya  revolusioner  dalam  hal  ekonomi.
                    Perasaan  dan  pikiran  saya  tentang  ekonomi  sederhana,  sangat
                    sederhana.  Bisa  diformulasikan  sebagai  berikut:  Bila  bangsa-bangsa
                    hidup  di  tanah  gurun  yang  kering  dan  gersang  bisa  menyelesaikan
                    masalah  ekonomi  mereka,  mengapa  kita  tidak?  ...  Saya  sudah
                    mengeluarkan  Deklarasi  Ekonomi  yang  dikenal  dengan  Dekon  serta
                    empatbelas Peraturan Pemerintah.  Sekarang saya  hanya  bilang: sabar
                    sedikit  lagi,  dan  lihatlah  nanti!”  Seminggu  sebelumnya,  dalam  kuliah
                    perdananya  sebagai  profesor  ekonomi,  Widjojo  dengan  mantap
                    membela  peran  analisis  ekonomi  dalam  perencanaan  pembangunan.
                    Dia  berpendapat  bahwa  bila  Indonesia  ingin  keluar  dari  ekonominya
                    yang  stagnan,  maka  diperlukan  proses  perencanaan  dan  pembuatan
                    kebijakan yang menyadari pentingnya efisiensi, rasionalitas, konsistensi,
                    pilihan  yang  jelas  di  antara  alternatif  yang  ada,  stabilitas  harga  dan
                    insentif  ekonomi.  Peristiwa-peristiwa  ini  perlu  diingat  karena
                    mengingatkan  kita  pada  perkembangan  Widjojo  sebagai  pemikir
                    ekonomi  yang  sudah  memusatkan  perhatian  pada  masalah-masalah
                    kelembagaan dan kebijakan sejak awal kemunculannya di publik.
                    Patut  diingat  bagaimana  Widjojo  dan  empat  ekonom  UI  menjadi
                    penasehat  ekonomi  pemerintah  Indonesia  pada  akhir  1966,  karena
                    prosesnya dengan gamblang menggambarkan bukan saja percaya diri





                286
   293   294   295   296   297   298   299   300   301   302   303