Page 109 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 109

cepat. “Tak apa-apa. Aku sudah ada jalan keluarnya. Temanku sepakat
        untuk menganggap hutang-hutangku lunas.” Tutur  Bimo setengah
        bergumam sambil tersenyum mencurigakan.
               Sri memandang suaminya dengan tatapan mata penuh
        pertanyaan. Pasti ada yang tidak beres. Firasat Sri tidak enak saat melihat
        suaminya menatapnya dari ujung kaki sampai ujung rambut.
               “Ehm, kamu masih cantik. Awas juga mata Joni, ya,” kata Bimo
        sambil terus mengamati istrinya. “Sri, Joni akan menganggap hutangku
        lunas  kalau…kalau  kamu  mau  menemani  dia.”  Lanjut  Bimo  sambil
        mengerling memberikan isyarat kepada istrinya.
               Sri bagai tersengat lebah. Dia berdiri dengan cepat. Dia paham
        dengan  kalimat  Bimo.  Hatinya  meradang,  dengan  cepat  menjalar
        memenuhi wajahnya yang langsung merah menahan amarah. Lintang
        menatap ibunya dengan pandangan tidak  mengerti. Baru kali ini Lintang
        melihat ibunya marah. Biasanya ibu selalu mengalah dan takut dengan
        bapaknya. Bahkan saat bapaknya memukulpun ibu tidak akan melawan.
        Lintang beranjak  saat ibunya memberikan isyarat perintah untuk masuk
        ke kamar. Ada rasa penasaran dan keingintahuan yang besar dan ingin
        melihat ibu melawan bapak. Tetapi perintah ibu tidak bisa ditolak lagi.
               “Kamu sadar apa yang kamu katakan, mas? Kamu paham apa
        yang diinginkan temanmu itu?” kalimat Sri meninggi,  tangannya
        berkacakpinggang. Baru kali ini Sri tidak bisa menahan diri.
               Bimo melompat dari kursinya dengan marah. Dia tidak habis pikir
        melihat  kemarahan  istrinya.  Selama  tigabelastahun  menikah,  belum
        pernah sekalipun Sri berani melawannya.
               “Hei, perempuan tak  tahu diuntung! Harusnya kamu senang
        karena masih ada yang menginginkan kamu. Jangan malah marah dan
        jual mahal. Hanya dengan cara ini kamu bisa membantu suamimu!” kata
        Bimo keras.
               “TIDAK!” Sri tersadar  telah berteriak terlalu keras. Dia bernafas
        lega  saat  ekor  matanya  melihat  kamar  Lintang  masih  tertutup  rapat.
        “Mas  tidak  bisa  memperlakukan  saya  seperti  itu.  Saya  bukan  barang




        Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com     109
   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114