Page 116 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 116
Penari Pilihan
Jawi terus mengerakkan kakinya. Maju, mundur, ke kanan dan
kiri, berputar, kaki ditekuk, tegak begitu seterusnya. Sumpah, kakinya
terasa sakit sekali. Apalagi saat berkali-kali latihan berjinjit, ujung kakinya
sebagai tumpuan badan. Gila, beratnya dan sakit banget. Sungguh
menyiksa. Meskipun sudah tiga bulan lamanya ia berjibaku untuk
memaksa seluruh otot tubuhnya bergerak gemulai seirama dengan
gending jawa, tetapi tetap saja seluruh badannya masih terasa kaku.
Bukan perjuangan yang mudah berada di tempat latihan tari
ini. Seminggu dua kali, Jawi berusaha membuat jadwal baru berada
di Sanggar Seni Suryosutejo yang terkenal di Kota Solo. Sampai bulan
ketiga, saat tiga lembar kalender dimejanya penuh coretan tinta merah
besar sebagai tanda keikutsertaan di sanggar, ia masih terus mengeluh.
“Sudah, cukup. Hari ini latihan kita cukup sampai gerakan ini.
Sampai bertemu dua hari lagi,” tutup Mbak Witri mengakhiri sesi latihan
tari sore ini.
Jawi bernafas lega. Sungguh beban yang teramat berat terasa
sudah terlampaui. Dua jam memaksa seluruh motorik halusnya
menyeimbangkan otak kanan dan kiri selesai sudah. Tanpa sungkan, ia
hempaskan tubuhnya di lantai. Kakinya yang terasa pegal diluruskan,
lumayan sedikit mengurangi rasa penat.
“Capek, Wi?” tanya Mbak Witri sambil duduk di sisi Jawi.
Tangannya yang halus menyeka keringat yang tersisa di keningnya.
“Hehe..” jawab Jawi pendek. Ia menyimpan kekaguman yang
besar terhadap pelatih tarinya. Mbak Witri masih muda tetapi sudah
menjadi dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Setelah lulus dari
ISI, Mbak Witri melamar menjadi dosen dan sampai sekarang mengajar
di jurusan seni tari. Ia ikut melatih tari di sanggar Suryosutejo.
“Perkembangan tari kamu semakin bagus. Mbak yakin kamu pasti
mampu menari dengan baik. Hanya butuh ketelatenan dan kesabaran,”
tutur Mbak Witri lagi.
116 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com