Page 119 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 119
Peristiwa setengah tahun yang lalu masih terekam kuat dibenak
Jawi. Setelah memutuskan untuk putus dari Satrio, ia butuh waktu tiga
bulan untuk melarikan duka laranya dengan pergi ke gunung, memforsir
tenaganya untuk berlatih pencak silat dan sepakbola dan mengikuti
kegiatan sosial yang menguras tenaga. Di bulan keempat, ia sudah
mampu move on dan memutuskan untuk menekuni kegiatan seni yang
sama sekali tidak pernah diliriknya. Tari menjadi pilihan hatinya setelah
tertantang dengan sikap Raden Ayu Moestiyah. Awalnya Jawi hanya
ingin membuktikan kalau ia mampu selayaknya perempuan lainnya
yang bisa menari dengan gemulai. Kalau ia memang pantas bersanding
dengan Satrio yang keturunan ningrat.
Jawi harus mengurangi kegiatan rutin yang bertahun-tahun ia
geluti dan menyisihkan waktu untuk berlatih tari. Perjuangannya tidak
mudah. Sejumlah teman merasa protes keras karena kehilangan, dan ia
harus rela kakinya keseleo sampai seminggu baru bisa berjalan lancar.
Gerakan dasar tari yang belum pernah dicobanya membuatnya benar-
benar ekstra berpeluh dan tabah. Jawi hampir putus asa setelah sebulan
pertama latihan merasakan tidak ada kemajuan yang berarti. Gerakannya
masih saja kaku, lucu dan sama sekali tidak enak dilihat. Kalau diminta
memilih, ia pilih naik gunung Lawu untuk mengantikan latihan tari. Tetapi
demi mengingat sikap Raden Ayu Moestiyah, semangatnya berkobar
lagi. Kalau perempuan lain bisa menari dengan gemulai, aku pasti juga
bisa, tekadnya terus memompa semangatnya sendiri.
**
Tepuk tangan memenuhi pagelaran keraton, tempat tari bedhaya
ketawang disajikan. Raja dan kerabat keraton Kasunanan tersenyum
puas melihat kesembilan penari dengan gemulai menyelesaikan seluruh
rangkaian tari yang sakral.
Jawi menghela nafas lega, duduk melepas lelah dan gugup yang
tadi sempat singgah. Kedelapan temannya duduk sambil berbincang
mengucap syukur semua telah dilancarkan. Tidak mudah bagi Jawi
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 119

