Page 124 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 124
menawarkan berjuta-juta kesegaran. Hidungku mengembang saat
menghirup udara segar yang dengan cepat memenuhi paru-paruku.
Hanya di tempat seperti inilah, paru-paru dan seluruh organ tubuhku
mendapatkan kemanjaan setelah setiap hari terpaksa berkutat dengan
udara yang bercampur dengan asap knalpot, kepulan asap pabrik,
kepulan rokok dan polusi udara lainnya.
Kakiku dengan lincah mendaki ke lereng bukit, semakin
memanjakan matanya yang terus membujuk untuk mencari keindahan
lainnya.
Tanpa sengaja aku melihat bunga edelweis yang sedang mekar.
Indahnya kelompak bunga yang menjadi simbol kegagahan para pendaki
itu membuatku tertarik untuk mendekat. Entah mengapa nalarku
terkalahkan dengan perasaanku yang campur aduk. Selama ini belum
pernah sekalipun saat pulang mendaki aku membawakan edelweis untuk
Tata. Berulangkali ia memintaku untuk mengambil bunga itu, tetapi aku
selalu memberikan pengertian kalau itu larangan bagi kami. Biarkan
bunga indah itu terus hidup dan berkembang dengan keindahnya. Kita
tidak berhak merusaknya, demikian aku selalu memberikan alasan.
Selain takut merusak keindahan bunga edelweis, dikalangan para
pendaki sudah ada kesepakatan tidak tertulis untuk tidak mengambilnya.
Kami cukup menikmati keindahannya di gunung dan mengabadikan
dengan jepretan kamera, bukan membawanya pulang.
Tetapi kali ini tanganku gatal ingin memberikan persembahan
indah ini untuk Tataku. Kakiku melangkah dengan ringan mendekati
bunga yang gagah berdiri di tepi sebuah tebing. Sejenak aku berpikir
akan kesulitan untuk memetiknya, tetapi setelah aku perhatian, tidaklah
terlalu sulit. Aku hanya perlu berdiri ditepi tebing dan tanganku pasti
mudah menjangkaunya.
“Al, jangan lakukan itu,” suara keras Galang membuat kakiki
berhenti melangkah.
Kulihat Galang memandangku dengan sorot mata tajam, tidak suka
dengan rencana yang sudah ada dikepalaku.
124 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com