Page 125 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 125
“Kenapa kamu ini, Al? Heran, belum pernah kamu gegabah
seperti ini. Sejak kapan kamu berniat mengambil edelweis itu? “ tanyanya
tajam.
Aku hanya memandang Galang sejenak, termangu, tetapi cepat-
cepat kualihkan pandangan kembali ke bunga yang seakan menantangku
untuk mengambilnya.
“Al! Jangan bodoh. Kita tidak pernah mengambil bunga itu. Tidak
sekalipun. Ingat komitmen kita selama ini,” Galang mengingatku lagi.
“Selama ini aku belum pernah mengambil bunga itu. Sekalipun
belum pernah melanggar kesepakatan kita. Tetapi kali lini aku ingin
sekali. “ jawabku acuh tak acuh tanpa memandang sahabatku ini.
“Tidak! Sekali tidak, tetap tidak! Sekali kita membiarkan hati ini
melanggarnya, pasti akan ada yang kedua kali dan seterusnya. Jangan
lakukan,” pinta Galang kali ini tanpa kompromi.
“Itu urusanku. “ degusku jengkel.
“Kalau kamu lakukan itu, aku tidak mau mendaki lagi bersamamu,”
lantang suara Galang mencegahku.
“Bodo,” teriakku tak kalah lantang. Kakiku terus melangkah
setapak demi setapak mendekati edelweis yang bergerak-gerak ditiup
angin. “Mungkin ini pendakian kita yang terakir kalinya,” sungutku
marah.
Galang gusar mendengar jawabaku, “Al. Ingat, tempat ini terlalu
wingit. Kamu tahu tak boleh sembarangan mengambil bunga. Tebing itu
juga berbahaya.”
Aku menutup telinggaku rapat-rapat, tak memperdulikan
peringatan Galang. Sejujurnya aku ingin sekali-kali mencoba melanggar
peringatan itu. Kabar yang berenbus kalau gunung yang kudaki kali ini
wingit, penuh dengan misteri dan ada larangan keras merusak alam
aku tahu sejak dulu. Tetapi aku setengah tidak percaya kalau larangan
dilanggar bisa berakibat fatal. Kali ini aku ingin sekali mencobanya
tanpa rasa takut. Sekalian membawakan bunga yang belum pernah aku
berikan kepada Tata.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 125