Page 157 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 157
di kursi. Tanpa dia sadari air matanya mengaljr di kedua pipinya yang
keriput. Dia semakin terlihat tua dengan penderitaannya. Sekarang
dia merasa telah kehilangan segalanya. Dia telah sendiri. Tak ada lagi
orang-orang yang dulu selalu menyanjungnya, selalu menghormatinya,
orang-orang yang dulu bagaikan robot-robot yang siap menjalankan
perintahnya. Dia merasa sendiri, kesepian dan terpuruk. Kepalanya
semakin terasa mau pecah memikirkan kejadian akhir-akhir. Luka sejarah
bangsanya yang sekian lama tersimpan rapat-rapat mulai terkuak. Laki-
laki tua itu semakin merasa ketakutan, seakan sisa hidupnya semakin
dekat. Keangkuhan, kesombongan, kekejamannya, kekuasaannya,
kekayaannya akan segera terenggut dari tangannya. Dia sudah tidak
akan bisa berbuat apa-apa lagi.
Oh.. laki-laki tua itu takut.. takut sekali. Dia takut akan semua
kejahatan kemanusiaannya, kejahatan politiknya, kerakusannya.
Dan di saat-saat seperti itulah, laki-laki tua itu baru teringat akan
Tuhannya. Dia meratap,menangis memohon ampunan. Dia berjanji
kepada Tuhannya, kalau masih diberi kesempatan, dia akan memperbaiki
semua kesalahannya, dia benar- benar bertaubat.
Cerita Ken Arok itu akan menimpanya juga..?!
Laki-laki tua itu histeris saat merasakan pandangan matanya
menjadi gelap gulita, terasa ada tangan-tangan djngin berkuku panjang
mencengkeram tubuhnya. Malaikat maut menyeringai siap merengut
rohnya untuk dilempar ke neraka. Laki-laki tua itu meratap betaubat dan
............
Laki-laki tua itu tersentak bangun. Diusap-usap matanya,
dicubit lengannya.. dan dia tersenyum ketika tahu dia hanya bermimpi.
Senyumnya semakin lebar ketika dia menyadari bahwa di dekatnya telah
duduk Salah seorang selirnya yang cantik jelita, masih muda dan sangat
mengairahkan, tersenyum mempesona.
Lupa dia akan janji dan taubatnya kepada Tuhannya. Lupa dia
akan kematian yang sangat mengerikan yang hampir saja menjemputnya
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 157

