Page 160 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 160
Wulansari. Perempuan bangsawan itu seperti segaja mengenalkan diri
sebagai tunangan Tegar. Terang-terangan bermaksud menyakitiku.
“Aku Raden Ayu Wulansari. Putri Raden Cokro, pengusaha
batik dan pemilik Rahma Hotel. Aku tunangan Tegar dan akan menikah
setelah lulus kuliah,” katanya dengan kalimat penekanan pada semua
ucapannya, tanpa mengulurkan tangan. Sungguh tanpa ada sopan
santun sedikitpun.
“Saya Melati, teman kuliah Tegar,” ucapku sambil mengulurkan
tangan. Berusaha menebar senyum, menyamarkan rasa terhinaku.
“Jangan coba-coba mendekati Tegar apalagi berharap menjadi
pacarnya. Kamu tidak sepadan. Kami sudah dijodohkan sejak kecil. Dan
keluarga Tegar hanya akan menerima orang dari keluarga yang sederajat
dengan mereka. Bukan orang biasa yang tidak diketahui bobot, bebet dan
bibitnya,” tegas Wulan tanpa menerima uluran tanganku, meninggalkan
aku berdiri termangu.
Rasanya aku ingin menangis karena dipermalukan pada saat
acara keluarga seperti itu. Apalagi saat tidak kulihat Tegar. Entah kemana
tega membiarkan aku dipermalukan.
Semua keluarga besarnya tidak ada yang mengangapku ada,
selain satu orang. Ya hanya satu orang yang begitu perhatian denganku.
Mas Setyo, kakak laki-laki Tegar yang menyapaku dengan sopan,
mengajakku bicara bahkan mau menemaniku saat tidak ada seorangpun
yang ingat akan kehadiranku.
“Maaf, Mel. Tegar menjadi orang penting saat ini. Ayah dan ibu
membutuhkan tenaganya. Ia seperti sandera,” kata Mas Setyo mencoba
melucu untuk menghiburku.
Aku hanya melempar senyum tipis. Tak apalah, aku lihat sendiri
Tegar bolak-balik ke sana kemari tak ada habisnya. Aku cukup beruntung
sesekali Tegar menemuiku meskipun hanya mengucapkan kata maaf
karena tidak bisa menemaniku.
160 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com