Page 165 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 165

Aku sedih melihat Tegar tidak mampu berbuat apa-apa selain
        memandang  ayahnya  dengan  sorot  mata  tidak  terima.  Tatapan  mata
        tajam  ayahnya  tidak  mampu  membuat  Tegar  mengambil  sikap.  Aku
        tersenyum kecut mengejek diriku sendiri. Memandang Wulan sejenak
        dan membayangkan diriku sendiri. Bagaikan bumi dengan langit. Sangat
        berbeda dan benar-benar tidak sepadan dengan mereka.
               Ku hapus  air bening  dari  sudut  mataku. Salahku sendiri
        tidak  pernah  belajar  dari  pengalaman  yang  telah  lalu.  Beberapa  kali
        dipermalukan dan tersakiti tetapi masih saja menaruh kepercayaan dan
        harapan. Kuputuskan untuk meninggalkan Tegar dan semua kenangan
        yang telah terajut bersama.  Tidak ada gunanya lagi mempertaruhkan
        sekeping hati ini kepada sebuah harapan yang tidak akan berujung.  Aku
        tidak akan bisa bahagia dengan laki-laki yang tidak mempunyai sikap dan
        pendirian. Cukup. Cukuplah ini yang terakhir kalinya. Aku tidak mungkin
        membiarkan hatiku terluka lagi.
               Ku tatap Tegar untuk yang terakhir kalinya. Ia masih di sana tanpa
        berdaya di bawah kekuasaan keluarganya dan perempuan itu. Ku terus
        melangkah, kali ini tanpa beban sedikitpun. Aku yakin  ini sulit.  Tetapi
        aku memilih untuk melupakanmu meskipun butuh waktu. *****




        (Senja, Purbayan 1 Mei 2000)






















        Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com     165
   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170