Page 167 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 167
Bahkan mama sempat mengusap air mata bening yang terlanjur hadir
si sudut matanya. Berkali-kali mama mengucapkan rasa syukur atas
keberhasilan operasi yang kujalani.
***
Tak bosan-bosannya aku memandang kagum seisi rumah. Selama
ini aku tidak pernah melihat langsung kemewahan yang kurasakan
selama sepuluh tahun. Aku hanya selalu menyesali telah hidup dalam
kegelapan. Masa kanak-kanakku dengan penuh keindahan hanya
mampu kukecap selama 4 tahun. Sekarang saatnya menikmati hidup
yang sebenarnya, batinku senang.
Tetapi ada yang kurasakan tidak lengkap. Ada rasa yang hilang
dari hatiku.
Ku pandangai Mama, Papa, Mang Ujang, sopir yang setia
mengantaku, Mbak Sri pembantuku yang mengurus rumah ini. Ke
mana Mbok Yati? Perempuan yang selama ini setia menyediakan semua
kebutuhan hidupku. Sekaligus yang tidak pernah sekalipun menunjukkan
sikap amarah kala aku meledak-ledak dan menumpahkan semua emosi
kepadanya. Bahkan aku pernah dengan marah melemparkan gelas yang
mengenai badannya.
“Ma, mana Mbok Yati?”
Mama menundukkan muka. Tak menjawab pertanyaanku.
Hatiku mendadak diliputi kecemasan. Meskipun ia hanya
perempuan tua yang terkadang membuatku jengkel dengan nasehatnya
tetapi ia tetap orang yang selama ini dekat denganku sekaligus menjadi
pelampiasan emosiku.
“Ma..?” tanyaku menuntut jawaban Mama.
Tiba-tiba aku teringat. Tiga hari yang lalu dengan emosi yang meluap-luap
aku melempari Mbok Yati buku-buku dan mengusirnya dari rumah. Saat
itu perempuan itu tanpa disegaja merusakkan buku musikku. Padahal
aku sudah bersusah payah membuat lagu dari huruf braille. Dan buku
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 167

