Page 168 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 168
musik itu penting untuk ikut dalam sebuah kompetisi para penyandang
tunanetra.
Masih kudengar suaran tangisan Mbok Yati meminta maaf dan
memohon untuk tetap tinggal. Tanpa rasa kasihan secuilpun aku justru
terus memaki-maki Mbok Yati dan mengusirnya.
Baru kusadari betapa kejamku aku ini. Mbok Yati sudah
menjagaku sejak aku tidak mampu melihat lagi dan aku membalasnya
dengan tindakan diluar batas.
“Ma’afkan Sheila, Ma. Sheila salah telah mengusir Mbok Yati.
Sheila emosi.” kataku tak bisa menahan tetesan air mata.
Mama mendekapku dengan rasa haru.
“Di mana Mbok Yati sekarang, Ma? Sheila ingin bertemu dan
minta ma’af.”
“Sudahlah, Sheila. Tidak usah dipikirkan. Mama nyakin Mbok Yati
sudah mema’afkan kamu.” ucap Mama dengan mata berkaca-kaca.
Aku mengeleng dengan kuat. Entah mengapa dorongan hatiku begitu
kuat untuk bertemu dengan Mbok Yati.
“Please, Ma.”
Mama memandang Papa meminta persetujuan. Setelah melihat
Papa menganggukan kepala, Mama meraih tanganku dan menatapku
dengan rasa sayang.
“Sheila, saat ini rasanya waktu yang tepat untuk menceritakan
semua.”
Aku memandang Mama dengan sorot mata tidak mengerti.
“Sheila, kamu ingat kecelakaan yang menimpamu saat umurmu
4 tahun?”
Aku tertegun. Kugelengkan kepala pelan-pelan. Aku benar-benar
tidak ingat apa-apa. hanya samar-samar masih mengingat waktu kecil
berlarian di sawah dengan seorang perempuan. Bahkan aku sempat
sekolah dan mempunyai banyak teman-teman. Suatu hari didepan
sekolah aku berlarian ingin melihat kereta kelinci yang melintas. Dan
168 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com