Page 172 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 172

8 tahun lalu, kami hanya mampu  mengontrak rumah, penghasilan mas
        Bayu yang bekerja sendirian  belum  mampu  untuk membeli  rumah.
        Dari  tahun  ke tahun   kami berpindah  rumah kontrakan.   Kalau  kami
        bernasib baik, ada uang ekstra dan pemilik rumah bersedia menyewakan
        rumahnya  untuk  dua  atau  tiga  tahun,  kami  tidak  terlalu  repot  setiap
        tahun pindah. Tetapi kalau kami tidak ada  uang dan terkadang pemilik
        rumah menaikkan uang sewa,  terpaksa kami pindah mencari rumah
        yang harga sewanya lebih terjangkau kantong kami.


               Sering pindah  rumah membuat kami kurang nyaman.  Hal
        ini  merepotkan karena kami harus menambah pengeluaran untuk
        membayar ongkos  mobil  yang kami  sewa membawa barang-barang.
        Selain  itu,  kalau  rumahnya jauh  dari  sekolah  anak-anak, kami  harus
        menghabiskan waktu lebih lama di jalan.
               Meskipun mas Bayu bekerja membanting tulang dan mengambil
        lemburan untuk mewujudkan impian kami, tetapi impian kami belum
        bisa  tercapai. Tabungan yang disisihkan sedikit demi sedikit untuk
        membeli rumah,  habis digunakan untuk kebutuhan pendidikan anak-
        anak.
               Sebagai  istri, sudah berulang kali kutawarkan  untuk membantu
        bekerja. Tetapi  mas Bayu belum mengijinkan,  dengan alasan  anak-
        anak butuh  bimbingan langsung dari  bundanya.  Terpaksa aku  hanya
        membantu  dengan hasil  yang tak  seberapa, menjual  makanan  kecil
        yang ku titipkan di warung dan kantin.


               Enam  bulan yang lalu ada tawaran dari perusahaan yang sedang
        berkembang di luar pulau Jawa. Setelah  kami berunding, sekitar sebulan
        kemudian   dengan  terpaksa mas Bayu  meninggalkan  kami  dengan
        harapan akan mendapatkan penghasilan yang lebih besar sehingga kami
        lebih cepat mempunyai rumah idaman.
               “Bunda, ayah mana? “ pertanyaan Rama memutus lamunanku.
        “Kok  nggak jawab? Ayah kerja di mana?”




        172                  Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177