Page 169 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 169

saat itu tiba-tiba semua menjadi gelap. Aku hanya tahu kalau aku tidak
        bisa melihat lagi dan diasuh oleh Mbok Yati dari kecil sampai saat ini.
               “Waktu itu kamu tertabrak mobil yang melintas. Dan sejak saat
        itu kedua matamu buta. Penabraknya adalah….orang yang selama ini
        kamu…kamu panggil papa. Ma’afkan kami, Nak.” kata Mama tersendat.
        Aku  tersentak.  Kepingan  masa lalu  segera terangkai  kembali  dengan
        susah payah. Dulu rasanya aku hanya memiliki seorang ibu saja. Ayahku
        meninggal sejak aku masih bayi. Kecelakaan, kata nenekku. Tetapi sejak
        aku buta, aku mempunyai papa dan mama. Kenapa baru saat ini aku
        pikirkan?
               “Jadi…jadi…Sheila anak angkat, Ma?” tanyaku terpukul.
               Mama mengangguk. “Sejak  saat itu,  kami  mengangkatmu
        menjadi anak. Kebetulan kami tidak mempunyai anak. Kami merawatmu
        seolah anak kandung kami sendiri. Dan Mbok Yati yang kami minta untuk
        menjagamu. Terkadang Mama sedih melihatmu bersikap kasar kepada
        Mbok  Yati.  Berkali-kali  Mama  mengingatkan,  tetapi  kamu  masih  saja
        bersikap keterlaluan.”
               Aku mengusap anak sungai yang mengalir di kedua pipiku. “Jadi,
        siapa orangtua kandung Sheila, Ma?”
               Bibir Mama bergetar saat mengucapkan sebuah nama dengan
        susah payah. ” Ibu kandungmu…..Mbok Yati.”
               TAP.    Seakan  kepalaku  tertampar.  Seketika  pandangan  mataku
        berkunang-kunang.  Untuk  kesekian  kalinya  aku  terpukul  mendengar
        kenyataan ini. Mataku luruh dan kabur tertutup buliran air mata yang
        tak bisa kubendung. Penyesalan menderaku.
               “Sheila ingin bertemu Mbok Yati, Ma. Tolong beritahu dimana
        Mbok Yati berada.” pintaku diantara sedu sedan.
               “Yang  tabah,  Nak.  Saat  pergi  meninggalkan  rumah,  Mbok  Yati
        mengalami kecelakaan. Ia meninggal.” lirih suara Mama, tetapi bagiku
        laksana suara geledek.
               “Dimana kuburannya, Ma?” tanyaku dengan hati hancur.
                                         ***




        Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com     169
   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174