Page 161 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 161
“Iya, Mas. Saya tahu kok.“ jawabku mencoba tidak terusik dengan
keadaan yang diam-diam telah merontokkan sebagian rasa percaya
diriku.
**
“Mel, datang ya,” bujuk Tegar lagi.
“Buat apa, Gar? Dipermalukan lagi di depan keluarga besarmu?”
jawabku keras. Aku benar-benar kesal telah diperlakukan sebagai orang
yang tidak berguna.
“Mel, please. Aku sudah minta ma’af atas semua yang telah
terjadi. Itu semua bukan keinginanku. Tapi kali ini acaraku. Aku yang
berhak menentukan siapa yang diundang dan menemaniku,” kata Tegar
lagi. Merajuk. Membujuk.
Aku mengeleng kuat-kuat. “Buat apa lagi? Cukuplah. Aku tidak
sanggup melihat tunanganmu itu. Aku juga tidak kuat menerima
penolakan dari keluargamu. Aku tidak setegar itu bisa bertahan dan
sabar dengan perlakuan mereka,” tegasku lagi.
“Tapi Mel. ..”
“Maafkan aku Tegar. Semula aku pikir bisa bertahan dan
mengambil hati keluargamu. Tetapi rasanya kali ini aku tidak sanggup
lagi. Memang benar kata Wulan. Aku tidak pantas untukmu. Aku tidak
sederajat dengan kalian,” ucapku lagi diiringi isak tangis.
“Tidak Mel. Tidak. Kamu jangan pernah mengatakan hal itu.
Sekalipun aku tidak pernah memikirkan latar belakang kita. Tidak
sekalipun aku mempermasalahkan hal itu. Tolonglah. Datanglah ke
perayaan kelulusanku. Tolonglah. Apapun yang terjadi aku teramat
mencintaimu,” pinta Tegar menghiba dengan penuh harap.
Aku tidak mengiyakan sampai Tegar meninggalkan undangan
biru untuk acara besok malam. Tegar khusus mengirimkan undangan
biru itu. Warna kesukaanku.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 161