Page 32 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 32
Demam Capres
Udara panas menyengat, rasanya tidak ada angin yang bertiup.
Debu-debu tebal memenuhi jalanan. Daun-daun di pot bunga yang
tertata rapi di pinggir trotoar tampak kotor berselimut debu. Sebagian
besar debu dari letusan gunung Kelud belum sepenuhnya hilang. Hujan
yang diharapkan datang sudah lama tidak turun. Sesekali Karyo dan
tukang becak lainnya harus membersihkan debu di jok becaknya dengan
lap bekas kaos yang sudah tidak terpakai lagi.
Karyo menghela nafas panjang. Siang-siang seperti ini tidak
banyak orang yang membutuhkan jasa tukang becak seperti dirinya.
Apalagi semakin lama semakin sedikit orang yang mau naik becak.
Terutama sejak sepeda motor di jual dengan sangat mudah. Hanya
dengan uang muka limaratus ribu saja orang sudah bisa membawa motor
pulang. Cicilan perbulan juga bisa memilih sendiri, mau yang tigaratusribu,
empatratusribu, sampai yang sejuta. Tergantung kemampuan. Yang jelas
mempunyai sepeda motor sangatlah mudah. Pilihan membeli sepeda
motor selain lebih hemat juga lebih menghemat waktu. Daripada untuk
membayar upah naik becak , lebih baik untuk membeli bensin. Lebih irit.
Itulah mengapa akhir-akhir ini bekerja sebagai pengayuh becak sudah
tidak mampu untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Karyo masih tetap
bertahan karena dia tidak mempunyai kemampuan selain mengayuh
becak yang sudah ditekuni sejak limabelas tahun silam.
Karyo mengubah posisi duduknya sambil mengipasi badannya
dengan selembar kardus kumal yang biasa membantu mengurangi hawa
panas saat tidak membawa penumpang seperti saat ini. Pandangan
matanya tertuju kepada Slamet, temannya yang duduk diatas becak
sambil membaca koran .Beberapa teman yang lain ada yang tidur-tiduran
diatas becak, ada pula yang duduk di kursi kayu dibawah pohon sambil
gobrol . Semua bertujuan sama, mengisi kejenuhan sambil menunggu
calon penumpang. Pangkalan becak yang terletak di seberang hotel
32 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com

