Page 39 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 39
tidak beruntung. Belum sempat menyelesaikan pekerjaan, hujan
turun dengan deras. Beberapa perempuan saling membantu untuk
memindahkan gaplek yang sudah dimasukkan ke karung, dan sebagian
lagi tetap mengumpulkan gaplek. Hujan deras tak dihiraukan lagi. Gaplek
harus segera diambil dan diselamatkan, kalau dibiarkan terkena hujan
tidak akan kering dan rasanya tidak enak. Gaplek seperti ini biasanya tidak
laku dijual, sehingga terpaksa dimasak dan diberikan kepada kambing
atau sapi. Jika beruntung, sapi dan kambing mau memakannya. Tapi
lebih sering, ternak-ternak itu tidak mau menyentuhnya. Jadi terpaksa
twihul di buang dengan percuma.
Baju Lastri basah kuyup saat semua gaplek sudah berhasil
dikumpulkan. Dengan tubuh lelah, Lastri duduk berdesakan dengan
tetangganya di gubuk yang selama ini digunakan sebagai gudang dan
tempat beristirahat bagi petani di Desa Pencil.
“Susah, kalau sering turun hujan,” gerutu Mbah Darmi.
“Hujan kok selalu tiba-tiba. Tadi saja panas sekali, sampai
kepalaku mau pecah, saking panasnya. Eh, tanpa diduga, tiba-tiba langit
gelap. Hujan kok nggak bisa di perkirakan datangnya,” sambung Yu Sipon
tanpa bisa menyembunyikan rasa jengkelnya.
Lastri menyeka wajahnya yang masih basah. Tetes-tetes air hujan
turun dari rambutnya. Pandangan matanya lesu melihat tumpukan
gaplek yang basah. Meskipun semua tetanggga mengalami nasib yang
sama, tetapi Lastri tampak paling nelangsa.
“Rasanya kita akan merugi terus kalau seperti ini, Yu,” kata
Ningsih. Sesekali dia mengubah posisi duduknya untuk mengurangi rasa
penat.
Yu Sipon mengangguk.
“Besok kalau tidak ada panas, ya nasib buruk buat kita. Gapleknya
nggak bakalan kering lagi, Nduk4,” kata Mbah Darmi.
“Yu, kita memang tidak bisa terus-terusan mengandalkan panas.
Sudah berkali-kali kita kerepotan karena gaplek kehujanan,” tukas Lastri.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 39

