Page 43 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 43
Lastri memeriksa daftar pesanan dan menuliskan pesanan kripik
singkong, sambil sesekali melihat ponsel. Sekarang semua pesanan bisa
lewat SMS dan telpon. Semua serba mudah dan cepat.
Setelah Lastri memeriksa barang dagangan, ia menyusul
suaminya ke dapur. Sebulan yang lalu, dapur rumahnya diperluas. Ada
empat tungku besar yang digunakan untuk membuat kripik singkong.
Selain dibantu oleh suaminya, Lastri juga mempunyai lima orang
pekerja. Sekarang Lastri tidak perlu ke sawah untuk menjemur singkong.
Setelah panen, semua singkong dibawa pulang dan diolah menjadi kripik
singkong.
“Syukurlah. Semua lancar, ya, Mbok. Rejeki kita juga semakin
lancar,” kata Karman, memandang istrinya dengan bangga.
“Alhamdulillah, Pak. Banyu tidak kesulitan membeli buku dan
membayar iuran sekolah. Kita juga bisa berkumpul kembali,” sahut
Lastri.
“Simbok memang luar biasa. Berkat usaha ini, kita dan tetangga
tidak perlu susah memikirkan hasil panen yang membusuk. Anak-anak
bisa sekolah lagi.”
Lastri tersenyum lagi. Semua usaha yang dirintis selama berbulan-
bulan sudah terlihat hasilnya. Bahkan Lastri sudah bisa mengambil
kembali perhiasan yang digadaikan untuk modal usaha. Karman dan
para suami yang lainnya tidak perlu jauh-jauh untuk bekerja. Di desa
mereka lapangan pekerjaan sudah tersedia. Tidak perlu lagi setiap hari
merasa cemas karena memikirkan hasil panen yang membusuk.
Semilir angin sore mengalir lembut meniupkan kesejukan di
Desa Pencil. Di pojok desa, tampak sebidang papan putih berdiri gagah,
menyiratkan perjuangan tak kenal lelah yang dilakukan oleh sekelompok
warga. Papan itu bertuliskan: KELOMPOK PEREMPUAN GUYUB RUKUN,
SENTRA KRIPIK SINGKONG DESA PENCIL.
(11 April 2014)
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 43