Page 46 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 46

hari tanpa ada orang yang akan memberikan rejeki. Apakah malam ini
        harus berlalu  begitu saja seperti kemarin tanpa ada sedikitpun rejeki?
        batin Sawitri mangsul.
               Mbok Sri duduk termangu, pikirannya menerawang jauh entah
        kemana, “Aku nggak tahu masih bisa bertahan sampai kapan, Wit. Uang
        untuk belanja sudah mulai menipis, simpanan juga sudah mulai diambil
        dikit-dikit.”
               Sawitri paham dengan arah pembicaraan Mbok Sri, cara menegur
        Mbok Sri masih dengan cara halus, tetapi minggu depan mbok Sri akan
        berkata terus terang tentang keberatan memberi  hutangan lagi  pada
        Sawitri.” Ngapunten  ya Mbok. Wit juga sudah nggak ada simpanan lagi.
        Begitu ada tamu, Wit pasti akan membayar hutang. Hanya mbok Sri yang
        bisa saya mintai tolong. “ Lirih suara Sawitri seakan berbicara dengan diri
        sendiri dan tak ingin di jawab oleh mbok Sri. Tidak hanya sekali Sawitri
        menjawab dengan rasa malu, tetapi tak ada pilihan lain. Sawitri maklum
        kalau  Mbok  Sri  cukup  khawatir  karena  seminggu  ini  warungnya  ikut
        sepi karena tak ada tamu yang datang. Tetapi Sawitri juga tahu kalau
        Mbok  Sri  belum  sampai  hati  untuk  bersikap  keras  kepadanya.  Bukan
        hanya sekali ini Sawitri tak kedatangan tamu, beberapa waktu yang lalu
        kejadian ini juga pernah dialami. Bahkan sampai 2 pekan, Sawitri pernah
        tak  kedatangan  tamu,  sampai  hutangnya  menumpuk  tigaratus  ribu.
        Tetapi setelah ada tamu dan Sawitri tak lelah bekerja, semua hutang
        dilunasi, bahkan Mbok Sri mendapatkan tambahan  satu stel pakaian
        sebagai bonus karena kebaikannya.
               Suara  jangkrik  bersenandung  di  timpali  kelepak  kelelawar
        dipohon  kelapa yang biasanya mampu mengurangi sepinya malam,
        kali  ini tak  terdengar. Malam pekat tak  nampak bintang satupun,
        seakan  ikut  enggan  memberikan  penerangan  di  malam  ini.  Alam tak
        cukup  bersahabat,  menolak memberikan sentuhan lembutnya yang
        biasa menemani kesepian Sawitri dan mbok Sri. “Kenapa kamu nggak
        mengikuti  jejak  Endang,  Titik  meninggalkan  bukit  Wit?  Rasanya  baru
        bulan depan bukit ini ramai kembali,” suara Mbok Sri mengangetkan




        46                   Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51