Page 45 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 45
Meskipun dengan memakai jam itupun sawitri tak bisa selalau menepati
janji. Bukan karena tidak suka tepat waktu, tetapi karena banyak yang
membutuhkan jasanya dan tak bisa selalu di pangkas dengan cepat.
Jarum jam menunjukkan angka 11 lebih 20 menit. Belum terlalu malam,
masih ada harapan tamu datang, batin Sawitri penuh harapan. Lebih
dari sepekan tak ada seorangpun tamu yang datang. Padahal biasanya
paling tidak sehari sekali ada tamu yang datang dan membutuhkan
jasanya. Jasa yang ditawarkan Sawitri merupakan sumber penghasilan
satu-satunya dari tamu yang datang, tetapi kalau tamu tak ada, Sawitri
hanya bisa bersabar dan menahan malu karena terpaksa berhutang di
wrung mbok Sri. Untung masih ada pemilik warung yang baik hati dan
mau mengerti keadaannya, meskipun pasti dengan terpaksa.
“Gumun aku, seminggu kok ra ono tamu, ” gerutu Mbok Sri
jengkel. Sama seperti Sawitri, Mbok Sri juga mengandalkan pendapatan
sehari-hari dari dagangannya. Nasi dan lauk pauk, teh, kopi, panganan
ringan, juga dua bilik kamar ukuran 2x1 meter yang terbuat dari dinding
bambu sederhana sebagai sekedar penghilang rasa malu bagi tamu
yang membutuhkan pelayanan sejenak dari kupu-kupu malam. Selain
Sawitri, ada Tutik, Endang juga Siti yang biasa mengajak tamu mangkal di
warungnya dan sesekali mengunakan bilik kecilnya yang disewa dengan
harga murah sekali, hanya Rp 20.000 sekali pakai. Seringkali Sawitri dan
teman-temannya melayani tamu di balik bukit di rimbunnya reremputan
sekitar Sendang Ontrowulan dengan hanya beralas tikar tipis. Tamu lebih
puas jika mendapatkan pelayanan di tempat ritual yang memang sering
dipergunakan untuk mengharapkan terkabulnya sebuah hajat. Mereka
lebih menyakini hajatnya akan cepat tercapai dengan melakukan ritula
di sekitar Sendang Ontrowulan di kaki bukit Gunung Kemukus.
“Iyo mbok, awakku pegel kabeh suwe ra ono tamu, ” jawab
Sawitri. Bekerja keras membuat Sawitri lebih segar dan tidak cepat
merasa lelah, justru kalau sedang menganggur seperti ini badannya
terasa capek semua. Matanya sesekali melihat jam tangan, seakan
menghitung waktu dan khawatir kalau waktu merambat cepat ke dini
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 45