Page 72 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 72

Harapan  Yang Tertunda


               Sekar setengah berlari menapaki jalan kecil,  setapak,   berbatu
        tajam  dan kering kerontang saat kemarau panjang. Tanpa mengenakan
        alas kaki,  tak  membuat langkah kakinya tersendat. Tubuhnya yang
        kurus,  lincah  bergoyang ke kanan dan kiri mengikuti irama kaki. Sesekali
        tangan kirinya memegang   caping  menahannya jatuh saat tubuhnya
        bergoyang.   Tangan kanannya membawa tas plastik  berisi makan siang
        dan sebotol air putih. Panas terik matahari  terus membuat  keringat
        keluar dari wajah dan tubuhnya. Kaosnya mulai lembab.
            Sekar  berhenti  sejenak  memandang  bukit  yang  sudah  kelihatan
        di   depan matanya. Tinggal satu belokan dan  tanjakan lagi, langkah
        kakinya  akan  berhenti.  Meskipun  nafasnya  turun  naik,  tetapi  Sekar
        tidak mau menyerah pada rasa penat.  Langkah kakinya dipercepat saat
        membayangkan  ibu sudah menunggu.
               “Kamu lari lagi, Nduk  ?” tanya ibu  saat Sekar  datang dan
        meletakkan  bungkusan  plastik  yang  dia  bawa.    Dengan  rasa  sayang
        diusaplah peluh yang bercucuran di dahi Sekar.
               “Kamu terlambat? Ibumu  sudah  menunggu,” kata Mbokde
        Darmi  sambil  meneruskan  suapan  makan  siangnya  bersama  tiga
        orang ibu lainnya. Mereka  makan sambil gobrol, hanya ibu yang baru
        membuka makan  siangnya.   Sebenarnya ibu  ingin  membawa makan
        siangnya sejak pagi sekalian berangkat. Tetapi Sekar bersikeras untuk
        mengantar bekal ibu siang hari. Selain makanan lebih segar, Sekar juga
        senang mengunjungi  ibu  di  bukit.  Alasan  lainnya karena Sekar ingin
        ikut membantu ibu. Dan satu lagi alasan yang hanya Sekar yang tahu.
        Sekar sudah berusaha untuk datang sebelum waktu makan siang tiba,
        sehingga ibu tidak usah menunggu.
               Sekar hanya tersenyum. Tanpa  diminta dia  mengambil    alih
        pekerjaan ibunya, membalik gaplek  yang dijemur.   Tangannya cekatan
        mengaduk    batang  demi  batang  gaplek  sambil  memperhatikan  ibu
        dan beberapa  perempuan tetangganya makan siang. Meskipun ibu




        72                   Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77