Page 75 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 75
Sekar menajamkan telingga, berharap mendengar semua
pembicaraan ibu dengan bu Somo tetangganya. Terpaksa Sekar
mengeserkan badannya mendekati dinding triplek pembatas kamar
tidur dengan ruang tengah yang sekaligus berfungsi sebagai ruang tamu.
Sekar bernafas lega saat melihat Ayu, adiknya masih tidur pulas dengan
posisi meringkuk, tidak terbangun saat tubuhnya tersenggol. Kain jarit
tua yang digunakan sebagai selimut di tutupkan ke tubuh adiknya.
“Saya terpaksa malam-malam kesini, Mur. Lha gimana lagi.
Terpaksa. Saya sendiri butuh uang itu segera. Tadi sore Agus pulang dan
minta uang untuk ujian. Dua hari lagi uangnya harus dibayarkan. Kamu
tahu sendiri, panenanku tidak bagus tahun ini. Mau tidak mau ya harus
mengambil lagi uang yang kamu pinjam.” Kata bu Somo tajam.
“Ngapunten , bu. Saya selama ini sudah berusaha mengumpulkan
uang untuk melunasi hutang. Tetapi ….tetap belum bisa melunasi semua,
bu.” Jawab ibu lirih.
“Murni…Murni….Saya ini kurang baik sama kamu apa ya?
Sudah dua tahun yang lalu saya memberikan pinjaman. Semua karena
saya kasihan melihat kamu. Tapi gimana lagi.kali ini saya benar-benar
membutuhkan uang itu. Jadi tolong usahakan ya. Entah bagaimana
caranya, yang jelas saya butuh uang itu. Dua hari lagi saya kesini.
Permisi,” Kursi kayu berderit keras ditinggalkan bu Somo yang pamit
pulang dengan menahan marah.
“Iya bu. Saya usahakan,” jawab ibu lirih seakan hanya berupa
desahan angin belaka.
Sekar tertegun saat lamat-lamat terdengar suara isak tangis
ibunya. Kemiskinan selalu menjerat mereka dalam ketidakberdayaan.
Sekeras apapun usaha ibu untuk mencari uang belum mampu
melunasi hutang-hutangnya. Sekar tahu itu pilihan sulit. Tetapi ibu bisa
apa? Almarhum bapak tidak meninggalkan harta warisan yang bisa
dipergunakan untuk menyambung hidup mereka kecuali rumah kecil
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 75