Page 73 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 73

termasuk perempuan yang termuda, tetapi wajah ibu kelihatan lebih
        tua dari usianya.  Pekerjaan berat dan kemiskinan yang membuat ibu
        kelihatan seusia dengan Mbokde Darmi, bu Tarni dan  Wagiyem.
               Sekar  bisa  memahami sulitnya kehidupan  mereka sehari-hari.
        Dusun  Sindang, tempat mereka tinggal terletak di kaki sebuah bukit
        yang    tidak  terlalu  subur.  Kehidupan  warga  dusun  sederhana  bahkan
        bisa dibilang pas-pasan. Sebagian besar mereka bekerja sebagai buruh
        tani di dusun tetangga  dan bekerja serabutan, dari tukang batu, tukang
        kayu,  petani  dan penjual makanan keliling.  Sebagian ibu-ibu memilih
        bekerja sebagai buruh  pembuat gaplek   di tempat pak Sastro, jurangan
        gaplek di desa mereka.  Ibu memilih pekerjaan yang terakhir, menjadi
        buruh pembuat gaplek.  Pekerjaan ini  sudah dilakukan ibu sejak bapak
        meninggal  dua tahun yang lalu. Satu-satunya pekerjaan yang selama ini
        bisa menyambung nafas Sekar dan kedua adiknya.
               “Sudah, Nduk. Panas sekali. Kamu ngeyup  dulu.” kata Mbokde
        Darmi sambil mencuci tangan  mengunakan air putih dalam botol.
               “Rene , Nduk,”   ibu  melambaikan tangan mengajak anak
        sematawayangnya untuk ikut berteduh.  Sekar menyelesaikan adukan
        tangannya  dan beranjak menghampiri ibunya. Di bawah pohon akasia
        yang berdaun rimbun membuat Sekar  merasakan hawa panas berganti
        menjadi dingin dan sejuk. Angin bertiup  lembut mengantarkan embusan
        yang mampu mengurangi panasnya matahari.
               “Gimana tadi?” tanya ibu menatap lembut anaknya.
               “Alhamdulillah. Baik bu. Maaf tadi terlambat.  Kecap dan gula
        pasir habis, jadi Sekar disuruh belanja ke warung dulu.” Jawab Sekar.
               “Ra  popo  ,  Nduk.    Ibu  juga  belum  terlalu  lapar.  Yang  penting
        semua  lancar.”  Tutur ibu sambil mengusap rambut tebal Sekar.
               “Iya, bu. Mudah-mudahan  semua urusan lancar.”  Kalimat Sekar
        penuh  harapan.   Hampir dua tahun  ini  Sekar  mengumpulkan rupiah
        demi rupiah dengan tekun dan semangat tinggi. Setiap hari saat ibunya
        berangkat bekerja, Sekar juga berangkat meraih cita-cita,  mengumpulkan
        uang  untuk melanjutkan sekolah. Dua tahun yang lalu seharusnya Sekar




        Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com      73
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78