Page 81 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 81
Lintang hanya tersenyum dan menganggukkan kepala saat
suaminya mencium keningnya dan pamit berangkat. Sebaris doa
dilafalkan agar suaminya selalu diberikan kesehatan dan kelancaran
dalam bekerja.
**
Rama terkejut, wajahnya terlihat pucat. Reflek tangannya
menutup ponsel. Rama bangkit dari tempat duduknya. Dicobanya
memberanikan diri memandang Lintang. Kegugupan tidak bisa
disembunyikan. Seulas senyum tipis kelihatan berbalut keterpaksaan.
Tak ada gunannya lagi menutupi semua kebohongan yang telah dia
lakukan. Sorot mata Lintang menunjukkan dia telah mengetahui semua
yang selama ini Rama sembunyikan. Rasa bersalah, sesal dan malu
bercampur aduk menjadi satu.
“Ma…?” Rama tak sanggup meneruskan kalimatnya. Matanya
luruh memandang butiran airmata membentuk aliran sungai di pipi
Lintang.
Lintang berdiri mematung, tatapan matanya kosong. Semua
percakapan manis, kalimat penuh rayuan dan kasih sayang tergiang jelas
ditelingganya. Luka batin yang telah tertutup kembali terkoyak. Kali
ini lebih sakit karena mengerus luka lama. Pikirannya berat dan terasa
gelap. Tak ada lagi harapan yang tersisa di hatinya. Semua terasa hilang
memudar dan melayang jauh terbawa angin. Dari balik kegelapan hanya
ada bayangan samar Jawi, anak semata wayangnya. Goncangan jiwanya
terasa begitu hebat, sampai pelukan dan dekapan Rama tidak lagi dia
rasakan.
“Ma’afkan papa..ma’afkan, Ma. Sungguh tidak ada niatan dalam
hati papa untuk menyakiti mama. Semua tidak seperti yang mama
pikirkan.” Rama memeluk, menciumi tangan Lintang dan minta maaf.
Kalimat penyesalan terus diucapkan, bahkan dengan cucuran air mata.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 81