Page 87 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 87
Kalau Bisa Lama, Kenapa Dipersingkat?
Beberapa orang menunggu dengan gelisah. Ada yang duduk
sambil menyilangkan kaki, ada yang bergerombol sambil mengobrol.
Sebagian menyingkir ke tempat terbuka sambil menghisap rokok.
Beberapa orang memencet tombol ponsel. Meskipun berusaha
menyibukkan diri, tetapi gelagat mereka sama, bosan menunggu.
Adinda melihat sekilas, menghitung secara cepat. Tak kurang
dari duapuluh orang sudah datang. Semua sama, antri untuk mengurus
SIM. Tempat duduk yang tidak memadai tak memungkin semua orang
bisa menunggu dengan sabar di tempat yang disediakan. Trepaksa
berpencar.
Adinda melihat jam dinding ruang tunggu. Ya ampun, baru jam
8.30. Masih sepagi ini, antrian sudah sebanyak ini? Adinda mengelengkan
kepala. Heran dan takjub dengan orang-orang rajin ini. Ia datang lebih
pagi buka karena rajin tetapi karena harus pergi kuliah, sehingga tidak
ada pilihan lain selain harus datang pagi. Tapi kalau jam 8.30 saja sudah
banyak yang datang, apakah ia bisa mengejar mata kuliah jam kedua?
Adinda tersenyum kecut saat mengambil nomor antrian. 21,
desisnya pasrah.
“Pak, belum buka, ya?” tanya Adinda kepada seorang bapak-
bapak yang duduk gelisah sambil mengetuk-ngetuk sandaran kursi kayu.
“Belum.” Jawabnya singkat.
“Memang biasa molor, Pak? Harusnya buka jam 8?” tanyanya
lagi.
“Jadwalnya begitu. Tapi Mbak lihat sendiri. Belum buka.” Ucap
bapak itu kesal.
“Tadi datang jam berapa, Pak?”
“Dari jam 7 Mbak. Maunya pagi, biar dapat antrian awal. Eh,
tetap dapat nomer 12. Lamaa..” sesalnya.
Adinda mengangguk maklum. Pasti bapak ini sedang kesal.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 87