Page 88 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 88
Tak ada kursi, Adinda juga malas untuk berdiri berkerumun.
Dengan gontai ia melangkah ke areal parkir.
“Kantor sudah biasa molor, ya Pak?’ tanya Adinda kepada tukang
parkir. Rasa penasarannya begitu besar. Pelayanan publik kok seperti
ini. Buat apa Negara memberikan gaji tinggi kepada karyawannya kalau
mereka tidak becus memberikan pelayanan yang baik? Batin Adinda.
“Paling bentar lagi, Mbak. Biasa begini kok,” jawabnya sambil
tersenyum ramah.
“Ohh. Sudah biasa,”gumam Adinda.
“Mbak, baru pertama bikin SIM, ya?”
Adinda mengangguk.
“Sudah tahu persyaratannya belum?”
Adinda mengelengkan kepala.
“Wah, nanti prosesnya lama lho, Mbak. Apalagi baru pertama
ngurus SIM. Mbak harus kir dokter dulu. Nanti baru ngurus administrasi.
Tapi belum tentu juga bisa. Pakai ujian tertulis dan praktek. Yang sering
gagal di prakteknya itu.” jelas tukang parkir panjang lebar. Ia kelihatan
antusias memberikan ketarangan.
Adinda mengeryitkan dahi. “Memang sulit ujian prakteknya,
Pak?”
“Nggak juga, sih. Hanya butuh ketrampilan. Khan harus
mengendari motor dan benar-benar dinilai kemampuannya. Tapi, ya
itu. Selama ini banyak yang gagal. Kalau Mbak mau sih, bisa sekali ujian
lulus. “
“Maksudnya?” tanya Adinda tidak paham.
“Ya lewat jalan belakang Mbak. Banyak yang bisa bantu di sini.
Serahkan saja semuanya, pasti tinggal terima jadi. Nggak usah kir dokter.
Ujian teori hanya formalitas. Nggak usah ujian praktek.” Tutur tukang
parkir itu menyakinkan. Serentetan penjelasan lain semakin membuat
Adinda paham maksud dari tukang pakir. Ternyata selain bekerja menjadi
tukang parkir, ia juga menjadi calo.
88 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com