Page 90 - Merawat NKRI Ala Kyai Muda.cdr
P. 90

Dr. K.H. Aguk Irawan MN, M.A. |  Baitul Kilmah: Mahakarya


            hari ini. Beliau belajar hikmah hidup bukan saja dari kitab tetapi
            bahkan hanya dari karya fiksi.


            Sebuah karya fiksi kadang lebih kuat mencengkram hati manu-
            sia sehingga perubahan lebih mudah diraih. Karya fiksi kadang
            kala lebih kuat dari karya ilmiah, yang sering ujung-ujungnya
            berbuah perdebatan tanpa akhir.


            Saking  besarnya  pengalaman-pengalaman  masa  remaja  saat
            masih sebagai santri itu, membuat beliau tak habis pikir. Kiai
            Aguk Irawan dalam sebuah kesempatan mengatakan,“Saya tak
            bisa membayangkan tanpa karya-karya berkualitas seperti ini di
            masa remaja saya, entah apa yang terjadi pada diri saya hari ini?”


            Perjalanan Sebuah Karier: Dari Pesantren untuk Negeri

            Sebagai orang yang punya latar belakang belajar di Pesantren,
            tentu  ada  pengalaman  ‘terkejut’  saat  bertemu  dengan  karya-
            karya dari pengarang yang notabane ‘di luar pesantren’ (kecuali
            Buya Hamka) tersebut.Kiai Aguk Irawan merasa dirinya mema-
            suki dunia baru, yang tanpa disadari, sejatinya kelak akan ber-
            guna bagi negeri.


            Perasaan kaget dan terkejut  itu reda setelah beliau berjumpa
            buku berjudul Mutiara Benjol dan Balsem karya Gus Mus (KH.
            Mustofa Bisri). Dari karya ini, pengetahuan beliau terkait dun-
            ia sastra dan pesantren merasa mulai digugah lebih keras lagi.
            Akhirnya,  Kiai Aguk Irawan  semakin  dahaga  dan  haus  akan
            ilmu pengetahuan.


            Kiai Aguk seperti tiada hari tanpa menggali khazanah Islam dan
            Pesantren, karya ulama-ulama masa lalu negeri ini. Sebut saja
            (sekedar menyebut nama beberapa saja dari banyak Kiaiyang



            | 76
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95